Oleh : Dukut Imam Widodo
Penerbit : PT Jepe Press Media Utama, 2014
Tebal : 317 tahun
Dalam kitab yang ditulis oleh Mpu Prapanca atau yaitu naskah Nagarakretagama, sekitar tahun 1359 Hayam Wuruk (1350-1389) sebagai raja Majapahit masuk ke wilayah Djember, yaitu diantaranya Bajraka di Kencong, Balater di Mayangan, Basini & Sadeng di Puger, Balung, Galagah di Jenggawah dan Sila Bango di Arjasa.
Di desa Sukojember terdapat dusun bernama Krajan, yang konon merujuk pada kata kerajaan atau sekitar kerajaan. Di sana terdapat batu pra-sejarah, makam kuno dan peninggalan arkeologis lainnya.
Di Semboro juga terdapat peninggalan sejarah yang dikenal dengan Beteng Semboro.
Selain itu, dalam naskah kuno abad ke-16 Bujangga Manik dari tanah Pasundan, disebutkan pula pernah singgah di tanah Djember di sebuah tempat bernama Cakru, yang kemungkinan sekarang berada di Kencong.
Dalam babad Djember, disebutkan bahwa Maulana Ishak mendirikan pesantren di Gebang, dimana saat itu Gebang menjadi sebuah pusat pemerintahan yang dipimpin oleh Adipati Gebang yang mempunyai putri bernama Rara Mangli.
Putra dari Mpu Patrang dan istrinya Dewi Condro yaitu Pangeran Arjasa hendak meminang Rara Mangli. Namun Mpu Patrang tidak setuju dan menentangnya.
Hingga akhirnya Pangeran Arjasa melarikan diri dan berpisah dengan Rara Mangli di sebuah sungai bernama Kaliwates. Mpu Patrang mengejar Pangeran Arjasa, namun karena tanahnya becek sehingga disebut Djembrek, sehingga tertusuk lidi atau Biting.
Terdapat kisah tentang penaklukan Nusa Barong dan Watu Ulo dalam kisah Babad Besuki.
Di Jember juga terdapat kisah tentang Pangeran Tawang Alun yang memimpin Negeri Kewadung. Konon kisah bermula dari kerajaan Blambangan saat ibukota pindah ke Kewaung (tahun 1596-1659), lalu pindah ke Bayu (1659-1665), Macanputih (1665-1697), Kutalateng (1697-1774), Ulupampang (1774) dan terakhir ke Banyuwangi.
Perjanjian Gianti yang ditandatangani pada abad 18 oleh VOC dan Paku Buwana II sebagai raja Mataram, menyebabkan Jawa bagian timur dikuasai oleh VOC.
Pada masa Inggris (1811-1816), kabupaten Puger berada dibawah Raden Adipati Suryadiningrat. Salah satu opziener (pengawas) perkebunan kopi Keting, Ario Galedak, berhenti dan menyepi ke Gunung Semeru, lalu mengumumkan diri dengan gelar Hyang Giri Nata sebagai Ratu Adil yang kemudian mampu meraih simpati rakyat dan memberontak pada tuan tanah.
Mr (Maarschalk van Holland) Herman Willem Daendels, seorang Gubernur Jenderal di Hindia Timur sejak 14 Januari 1808 membangun Jalan Raya Pos atau De Groote Post Weg dengan panjang 1.000 km dan dengan lebar 7,5 meter. Tiap 1 paal atau setara dengan 1.507 meter didirikan tonggak batu.
Dengan infrastruktur De Groote Post Weg ini sangat menghemat perjalanan, dimana sebelumnya dari Batavia ke Soerabaia ditempuh dalam waktu 40 hari, dengan adanya jalan tersebut bisa ditempuh hanya dalam 10 hari saja. De Groote Post Weg juga mendongkrak Djember secara perekonomian. Terutama saat dibangun jalan Djember - Panarukan. Terlebih pada tahun 1897, Spoorwegdienst membuka jalur kereta api Djember - Panarukan.
Tahun 1839, adalah Johannes van den Bosch, Gubernur Jenderal Hindia Timur saat itu yang memiliki konsep cultuurstelsel (tanam paksa). Selain itu juga diterapkan cultuurprocenten, dimana para petani akan mendapat hasil sebagai hadiah.
Semua hasil tersebut tidak hanya dinikmati oleh Negeri Belanda, namun juga oleh kongsi dagang Nederlandsche Handelmaatshappij.
Adalah Eduard Douwes Dekker, dengan nama samaran Multatuli (bahasa Latin : saya telah banyak menderita), menulis buku Max Havelaar yang menceritakan riwayat hidupnya sendiri saat menjadi asisten Residen Lebak, lalu menjadi wakil asisten Residen Ngawi. Lalu kemudian mengundurkan diri. Dalam buku tersebut juga ditulis kemelaratan penduduk Jawa.
Berkat buku Max Havelaar tersebut akhirnya timbul perhatian orang Belanda, dan berkat Menteri Fransen van de Putte melakukan perbaikan. Misalnya sistem cultuurprocenten dihapus.
Tahun 1770, tanah Besuki digadaikan pada tuan tanah, namun tahun 1813, ketika Inggris berkuasa, tanah Besuki ditebus kembali oleh pemerintah kolonial. Yang memimpin saat itu adalah Sir Thomas Stamford Raffles yang menjadi Gubernur Jenderal di Jawa pada tahun 1811-1816.
Raffles merubah kebijakan cultuurstelsel (tanam paksa) menjadi kebijakan landrente atau pajak bumi yang berdasar pada adat Jawa. Lalu kebijakan berikutnya adalah merubah sistem berkendara menjadi jalur kiri yang berkiblat sistem di Inggris.
Terdapat 3 suikerfabriek (pabrik gula) yang menjadi peninggalan pemerintah kolonial di Djember, yaitu pabrik gula Bedadung di Balung, pabrik gula Gunungsari di Kencong dan yang masih bertahan adalah pabrik gula Semboro di Tanggul.
Saat ini Djember dikenal sebagai kota Karnaval, kota Suwar Suwir, kota 1.000 Bukit, kota Tapal Kuda dan kota Tembakau. Di Jember juga dikenal batik Sumberjambe yang bermotif daun tembakau.
Orang Pandalungan merupakan sebutan bagi orang yang berasal dari kota Tapal Kuda, dalam bahasa tempo dulu disebut dengan Jawva Ooosthoek. Dimana bercampurnya 2 kebudayaan antara Jawa dan Madura. Saat berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dengan logat Madura. Adat istiadat dan budi pekerti kultur Jawa sangat kental, namun kultur Madura yang ekspresif, cenderung keras, terbuka, paternalistik dan tidak banyak basa-basi sangat terlihat kuat.
Kesenian di Pandalungan yang khas adalah musik patrol, jaran kecak, terbangan dan masih banyak yang lain. Dan satu lagi yang khas adalah wedhang cor, yang bahannya terdiri dari gula, tape ketan hitam, jahe dan susu kaleng.
Adalah George Birnie, pada tahun 1850 yang mendirikan NV. LMOD, perusahaan perkebunan tembakau pertama di kota Djember. Birnie mempunyai istri seorang wanita Madura bernama Rabina.
Konon tanaman tembaku atau mbako ini berasal dari Portugis dengan nama tumbacco. Tembakau Djember terkenal akan karakter elastisitas, rasa dan warna daun. Untuk pekerja didatangkan dari pulau Madura dan dari Blitar.
Dari pemerintah kolonial pula kita mengenal istilah dokar dari kata dogcart kereta yang ditarik oleh kuda. Dokar ini dikendarai oleh seorang kusir yang beasal dari koetsier.
Semula Djember hanya merupakan sebuah distrik kemdudian menjadi zelfstanding dengan patih pertama bernama Raden Panji Astrodikoro. Lalu status kepatihan naik menjadi kadipaten dengan Raden Tumenggung Notohadinegoro menjadi bupati pertama Djember.
Tebal : 317 tahun
Dalam kitab yang ditulis oleh Mpu Prapanca atau yaitu naskah Nagarakretagama, sekitar tahun 1359 Hayam Wuruk (1350-1389) sebagai raja Majapahit masuk ke wilayah Djember, yaitu diantaranya Bajraka di Kencong, Balater di Mayangan, Basini & Sadeng di Puger, Balung, Galagah di Jenggawah dan Sila Bango di Arjasa.
Di desa Sukojember terdapat dusun bernama Krajan, yang konon merujuk pada kata kerajaan atau sekitar kerajaan. Di sana terdapat batu pra-sejarah, makam kuno dan peninggalan arkeologis lainnya.
Di Semboro juga terdapat peninggalan sejarah yang dikenal dengan Beteng Semboro.
Selain itu, dalam naskah kuno abad ke-16 Bujangga Manik dari tanah Pasundan, disebutkan pula pernah singgah di tanah Djember di sebuah tempat bernama Cakru, yang kemungkinan sekarang berada di Kencong.
Dalam babad Djember, disebutkan bahwa Maulana Ishak mendirikan pesantren di Gebang, dimana saat itu Gebang menjadi sebuah pusat pemerintahan yang dipimpin oleh Adipati Gebang yang mempunyai putri bernama Rara Mangli.
Putra dari Mpu Patrang dan istrinya Dewi Condro yaitu Pangeran Arjasa hendak meminang Rara Mangli. Namun Mpu Patrang tidak setuju dan menentangnya.
Hingga akhirnya Pangeran Arjasa melarikan diri dan berpisah dengan Rara Mangli di sebuah sungai bernama Kaliwates. Mpu Patrang mengejar Pangeran Arjasa, namun karena tanahnya becek sehingga disebut Djembrek, sehingga tertusuk lidi atau Biting.
Terdapat kisah tentang penaklukan Nusa Barong dan Watu Ulo dalam kisah Babad Besuki.
Di Jember juga terdapat kisah tentang Pangeran Tawang Alun yang memimpin Negeri Kewadung. Konon kisah bermula dari kerajaan Blambangan saat ibukota pindah ke Kewaung (tahun 1596-1659), lalu pindah ke Bayu (1659-1665), Macanputih (1665-1697), Kutalateng (1697-1774), Ulupampang (1774) dan terakhir ke Banyuwangi.
Perjanjian Gianti yang ditandatangani pada abad 18 oleh VOC dan Paku Buwana II sebagai raja Mataram, menyebabkan Jawa bagian timur dikuasai oleh VOC.
Pada masa Inggris (1811-1816), kabupaten Puger berada dibawah Raden Adipati Suryadiningrat. Salah satu opziener (pengawas) perkebunan kopi Keting, Ario Galedak, berhenti dan menyepi ke Gunung Semeru, lalu mengumumkan diri dengan gelar Hyang Giri Nata sebagai Ratu Adil yang kemudian mampu meraih simpati rakyat dan memberontak pada tuan tanah.
Mr (Maarschalk van Holland) Herman Willem Daendels, seorang Gubernur Jenderal di Hindia Timur sejak 14 Januari 1808 membangun Jalan Raya Pos atau De Groote Post Weg dengan panjang 1.000 km dan dengan lebar 7,5 meter. Tiap 1 paal atau setara dengan 1.507 meter didirikan tonggak batu.
Dengan infrastruktur De Groote Post Weg ini sangat menghemat perjalanan, dimana sebelumnya dari Batavia ke Soerabaia ditempuh dalam waktu 40 hari, dengan adanya jalan tersebut bisa ditempuh hanya dalam 10 hari saja. De Groote Post Weg juga mendongkrak Djember secara perekonomian. Terutama saat dibangun jalan Djember - Panarukan. Terlebih pada tahun 1897, Spoorwegdienst membuka jalur kereta api Djember - Panarukan.
Tahun 1839, adalah Johannes van den Bosch, Gubernur Jenderal Hindia Timur saat itu yang memiliki konsep cultuurstelsel (tanam paksa). Selain itu juga diterapkan cultuurprocenten, dimana para petani akan mendapat hasil sebagai hadiah.
Semua hasil tersebut tidak hanya dinikmati oleh Negeri Belanda, namun juga oleh kongsi dagang Nederlandsche Handelmaatshappij.
Adalah Eduard Douwes Dekker, dengan nama samaran Multatuli (bahasa Latin : saya telah banyak menderita), menulis buku Max Havelaar yang menceritakan riwayat hidupnya sendiri saat menjadi asisten Residen Lebak, lalu menjadi wakil asisten Residen Ngawi. Lalu kemudian mengundurkan diri. Dalam buku tersebut juga ditulis kemelaratan penduduk Jawa.
Berkat buku Max Havelaar tersebut akhirnya timbul perhatian orang Belanda, dan berkat Menteri Fransen van de Putte melakukan perbaikan. Misalnya sistem cultuurprocenten dihapus.
Tahun 1770, tanah Besuki digadaikan pada tuan tanah, namun tahun 1813, ketika Inggris berkuasa, tanah Besuki ditebus kembali oleh pemerintah kolonial. Yang memimpin saat itu adalah Sir Thomas Stamford Raffles yang menjadi Gubernur Jenderal di Jawa pada tahun 1811-1816.
Raffles merubah kebijakan cultuurstelsel (tanam paksa) menjadi kebijakan landrente atau pajak bumi yang berdasar pada adat Jawa. Lalu kebijakan berikutnya adalah merubah sistem berkendara menjadi jalur kiri yang berkiblat sistem di Inggris.
Terdapat 3 suikerfabriek (pabrik gula) yang menjadi peninggalan pemerintah kolonial di Djember, yaitu pabrik gula Bedadung di Balung, pabrik gula Gunungsari di Kencong dan yang masih bertahan adalah pabrik gula Semboro di Tanggul.
Saat ini Djember dikenal sebagai kota Karnaval, kota Suwar Suwir, kota 1.000 Bukit, kota Tapal Kuda dan kota Tembakau. Di Jember juga dikenal batik Sumberjambe yang bermotif daun tembakau.
Orang Pandalungan merupakan sebutan bagi orang yang berasal dari kota Tapal Kuda, dalam bahasa tempo dulu disebut dengan Jawva Ooosthoek. Dimana bercampurnya 2 kebudayaan antara Jawa dan Madura. Saat berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dengan logat Madura. Adat istiadat dan budi pekerti kultur Jawa sangat kental, namun kultur Madura yang ekspresif, cenderung keras, terbuka, paternalistik dan tidak banyak basa-basi sangat terlihat kuat.
Kesenian di Pandalungan yang khas adalah musik patrol, jaran kecak, terbangan dan masih banyak yang lain. Dan satu lagi yang khas adalah wedhang cor, yang bahannya terdiri dari gula, tape ketan hitam, jahe dan susu kaleng.
Adalah George Birnie, pada tahun 1850 yang mendirikan NV. LMOD, perusahaan perkebunan tembakau pertama di kota Djember. Birnie mempunyai istri seorang wanita Madura bernama Rabina.
Konon tanaman tembaku atau mbako ini berasal dari Portugis dengan nama tumbacco. Tembakau Djember terkenal akan karakter elastisitas, rasa dan warna daun. Untuk pekerja didatangkan dari pulau Madura dan dari Blitar.
Dari pemerintah kolonial pula kita mengenal istilah dokar dari kata dogcart kereta yang ditarik oleh kuda. Dokar ini dikendarai oleh seorang kusir yang beasal dari koetsier.
Semula Djember hanya merupakan sebuah distrik kemdudian menjadi zelfstanding dengan patih pertama bernama Raden Panji Astrodikoro. Lalu status kepatihan naik menjadi kadipaten dengan Raden Tumenggung Notohadinegoro menjadi bupati pertama Djember.
#sinopsisbuku
#resensibuku
#potretbuku
#resensibuku
#potretbuku
No comments:
Post a Comment