Oleh : Surna Tjahja Djajadiningrat, Yeni Hendriani, Melia Famiola
Penerbit : Rekayasa Sains, 2014
Tebal : 242 halaman
Di akhir abad ke-20 sudah timbul kesadaran manusia dengan aksi mengkoreksi proses industrialisasi oleh kaum environmentalis yang mengusung 3 pilar utama yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Kesemuanya tersebut terangkum dengan tajuk Green Economy atau Ekonomi Hijau yang diyakini menjadi solusi atas permasalahan lingkungan yang ada.
Gerakan tersebut akhirnya memuncak dengan disepakatinya Kyoto Protocol tentang perubahan iklim oleh United Nation Framework Convention on Climate Change yang menjadi referensi penting bagi negara-negara dalam rangka melakukan pembangunan tanpa merusak lingkungan sambil menurunkan emisi gas rumah kaca.
Green Economy merupakan paradigma pembangunan yang didasarkan pada resources efficiency (efisiensi sumber daya), sustainable consumption and production pattern (pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan) serta internalization the externalities (internalisasi biaya lingkungan dan sosial).
Paradigma ini menggusur paradigma ekonomi sebelumnya dengan memusatkan perhatian pada value (nilai).
Karena dirasa gratis sehingga terjadi eksploitasi besar-besaran. Hal ini dikarenakan ada anggapan bahwa obyek yang tanpa harga adalah "infinite".
Ada ide penerapan pajak lingkungan yang dengan melakukan pungutan yang dikenakan terhadap input dan output yang berkaitan dengan dampak lingkungan dengan tujuan agar dikurangi produksi zat pencemar sekaligus terkumpul dana yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lingkungan.
Jika sebelumnya kita mengenal konsep zero defect dengan pendekatan metode Total Quality Control dan Total Quality Management, lalu kemudian kita mengenal konsep zero inventory dengan pendekatan metode Just In Time dan Kanban, maka sekarang ini kita harus mengenal konsep zero emmision (nir-limbah), yaitu suatu konsep yang meniru tatanan lingkungan (ekosistem) yang tidak mengenal limbah, dimana limbah dari satu unsur akan dimanfaatkan oleh unsur lainnya.
Karena alam sebenarnya tidak mengenal sampah, sekali lagi karena di alam setiap output atau keluaran dari suatu proses menjadi input atau asupan bagi proses yang lain.
Latar belakang konsep green economy adalah apa yang disebut dengan "tragedy of pie commons" yaitu samudera, udara, ikan di laut, air tanah, hutan sebagai common property resources (sumber daya milik bersama) dimana berjuta-juta orang merasa menjadi pemilik yang mempunyai hak yang sama untuk memanfaatkan sumber daya milik bersama tadi, sehingga tidak ada aturan yang membatasi sehingga tidak ada mekanisme keseimbangan.