Oleh : Punto Ali Fahmi
Penerbit : Checklist, 2018
Tebal : 200 halaman
Ayah Chairul Tanjung merupakan seorang yang idealis, bahkan ideologi yang beliau anut menjadi seperti harga mati. Bagi orang jaman dulu, idealisme lah yang bisa membuat negara Indonesia menuju kemerdekaan.
Beberapa kejadian yang menimpa keluarga Chairul Tanjung, menjadi pelajaran berharga bagi dia dimana idealis itu perlu, tapi tetap harus bersikap realistis. Idealis tidak boleh menjadi harga mati, karena membangung negeri tidak harus dengan mengacaukan sistem yang sudah ada.
Sosok seorang ayah bagi Chairul Tanjung adalah tidak pernah putus asa dan selalu bekerja keras demi keluarga dan menjadikan dia tidak pernah main-main dalam menjalani hidup.
Chairul Tanjung sangat posesif terhadap ibunya, bahkan saking khawatirnya, dia selalu memperhatikan jam makan ibunya, jam tidur ibunya, hari ini ibunya mengalami hal apa, apakah ada yang menyakiti hati ibunya.
Chairul Tanjung pernah mendapat tugas berjualan es mambo, kacang dan jajanan dari sekolah saat SD pada jam istirahat. Sehingga tertanam pedoman dalam diri Chairul Tanjung mengenai tanggung jawab dan tidak sekedar mengejar keuntungan.
Saat bersekolah Chairul Tanjung masuk ke dalam grup teater, dimana dari teater ini dia belajar mengenai prinsip hidup yang hingga kini dia pegang, yaitu "harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar".
Saat kuliah, banyak teman mahasiswa kedokteran gigi yang kesulitan mencari alat kedokteran, insting bisnis Chairul Tanjung pun muncul. Dia kemudian mencari penyuplai yang bisa membeli langsung dari importir.
Tahun 1987, Chairul Tanjung sempat menjadi kontraktor dengan proyek pertama yang menangani pembangunan sebuah pabrik sumpit di Citeurup, Bogor.
Proyek kedua adalah saat merenovasi pabrik sepatu Kasogi di Kapuk Muara. Yang kemudian menjadikan Chairul Tanjung berkenalan dengan Michael Chiam, yang kemudian dari sana tercetus untuk membuat pabrik sepatu sendiri dengan nama PT Pariarti Shindutama dengan modal 150 juta dari dia.
Mulanya order yang masuk hanya 12.000 pasang beach sandal, makin lama kemudian order yang masuk adalah sejumlah 240.000 pasang.
Tahun 1992, Chairul Tanjung memiliki 4 pabrik dan 1 industri Para Group.
Saat Chairul Tanjung membeli Bank Mega, dia dapat menemukan penyakit yang diderita oleh Bank Mega, dengan saldo merah sebesar Rp 90 miliar, dengan kredit macet sebanyak 90%, plus diperparah dnegan teknologi yang minim, yaitu dimana Bank Mega tersebut hanya memiliki 2 komputer saja. Satu di Jakarta dan satu lagi di Surabaya.
Penghematan pun dilakukan besar-besaran, misalnya dengan memastikan setiap jam 6 sore lampu harus mati, jika masih ada keperluan maka harus menggunakan sumber penerangan yang dicolokkan ke saklar.
Pola kerja juga dirubah dengan menerapkan penggunaan teknologi yang lebih canggih untuk menggantikan penggunaan alat manual.
Tahun 1994, Chairul Tanjung membeli aset dari kredit macet Bank Exim berupa gedung dengan peralatan lengkap sebuah studio untuk shooting di daerah Kemang, Jakarta. Chairul Tanjung pun membuat sinetron yang ditawarkan ke stasiun TV swasta berdasarkan surat pesanan yang diterima.
Namun penolakan yang didapat oleh dia. Dan penjelasan dari Direktur Program dikatakan bahwa surat pesanan tersebut tidak bersifat mengikat.
Kekecewaan dan kemarahan Chairul Tanjung pun membuat dia bertekad untuk membuat stasiun TV sendiri.
Kemudian Chairul Tanjung membangun stasiun TV dengan nama PT Televisi Transformasi Indonesia, yang kemudian kita kenal dengan nama Trans TV. Dalam pembangunannya Chairul Tanjung berkonsultasi dengan pengelola RCTI, yaitu Peter F. Gontha dan Alex Kumara.
Saat merekrut 250 karyawan, sebanyak 70.000 pelamar yang masuk. Chairul Tanjung mengedepankan fresh graduate, agar muncul semangat baru di Trans TV yang penuh dengan kreativitas.
Trans TV pun melakukan siaran pertama pada bulan Desember tahun 2001. Mulanya masih belum banyak profit, bahkan lebih banyak pengeluaran. Pada bulan September 2004, Chairul Tanjung menyadari bahwa dikarenakan menginginkan persembahan terbaik, sehingga Trans TV terlalu banyak membeli program dari luar. Untuk menekan biaya produksi, maka dibuatlah in house program.
Tahun 1996, Chairul Tanjung dengan Para Group mendapatkan kepemilikan Bank Karman yang kemudian menjadi bagian dari Bank Mega pada tahun 1997. Termasuk kemudian membeli Bank Tugu menjadi Bank Mega Syariah.
Pada tanggal 6 Agustus 2006, Chairul Tanjung membeli 55% saham milik TV7 yang kemudian TV7 berubah nama menjadi Trans 7.
Pada tanggal 16 April 2010, Chairul Tanjung dalam CT Group membeli 40% saham Carefour, yang kemudian saat ini kita kenal dengan Transmart.
Kerajaan bisnis Chairul Tanjung sebagai berikut :
- Bidang Finansial : Bank Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega Syariah.
- Bidang Investasi : Beli saham Carrefour Indonesia
- Bidang Penyiaran & Multimedia : Trans TV, Trans 7, Mahagaya Perdana, Trans Fashion,, Trans Lifestyle dan Trans Studio.
Modal Chairul Tanjung dalam berbisnis menurut dia adalah bahasa atau suara, dan memperluas pertemanan yang tentunya menjadi pilar utama. Kemudian kecerdasan kita dalam membagi waktu.
Pesan dari Chairul Tanjung adalah "Jangan salahkan di mana kamu tinggal, namun belajarlah dari mana kamu tinggal. Setelah itu, potensi yang dimiliki langsung dikembangkan".
#sinopsisbuku
#resensibuku
#potretbuku