Kisah Inspiratif Anak Transmigran Miskin Menjadi Pengusaha Properti di Usia Muda
Oleh Md Aminudin
Penerbit : Kanzun Books, 2018
Tebal : 252 halaman
Dadang Hidayat lahir di Cianjur Jawa Barat sebagai anak kedua dari Mak Kokom dengan harapan sesuai namanya yaitu Dadang = jalan penghidupan yang tenteram, merdeka, bahagia dan sempurna, Hidayat = Petunjuk.
Belum genap berusia 1 tahun, Dadang Hidayat bersama kakaknya dan Mak Kokom berencana melakukan transmigrasi pada tahun 1985 menuju desa Ondo-Ondolu, Kec. Batui, Kab. Banggai, Sulawesi Tengah, demi menyelamatkan nasib anaknya, hal tersebut dilakukan setelah bercerai dengan suaminya.
Saat berusia 7 tahun, Dadang Hidayat bersekolah di SD Impres SPA. Di kelas dia hampir selalu merebut juara 1 saat terima raport.
Saat Dadang berusia 9 tahun, dia dan kakaknya diambil menjadi anak angkat oleh seorang PNS, dengan berpindah tersebut, Dadang membantu menyelesaikan urusan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, mencuci dan memasak, sembari nyambi berdagang.
Dadang tidak mendapatkan uang saku, untuk itu dia berjualan nasi kuning di sekolah. Saat itu Dadang naik kelas 4 SD, dia pun disekolahkan ke SD Negeri 9 Simpong, di kota Luwuk.
Kemudian Dadang melanjutkan sekolah di SMP Negeri III Luwuk. Selain berprestasi di dalam sekolah, dia juga sering mewakili sekolah untuk lomba cerdas-cermat sehingga berhak menerima beasiswa. Bakat lain Dadang saat itu adalah public speaking dengan tampil di acara sekolah.
Saat duduk di bangku SMA, Dadang aktif di ormas Pelajar Islam Indonesia (PII) sehingga dia menyadari bahwa dunia ini amat luas melebihi dari apa yang pernah dibayangkannya, dimana peran besar manusia dengan menyumbangkan kontribusi kepada kehidupan. Hingga dikemudian hari dia menjadi Ketua Pengurus Daerah PII Luwu.
Saat kelas 3 SMA, Dadang ingin melanjutkan kuliah di Jawa, tepatnya di Surabaya. Dan kebetulan pada majalah Hidayatullah terdapat iklan Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Luqmanul Hakim (STAIL) yang menawarkan beasiswa.
Untuk itu Dadang melakukan persiapan, mengumpulkan uang untuk biaya, membeli tiket perjalan, namun 1 bulan sebelum berangkat dia menglami kecelakaan dimana motor yang dikendarai menabrak pembatas jalan.
Sehingga uang yang ditabung habis untuk biaya perawatan dan kesempatan ke STAIL pun melayang. Namun pertolongan Allah tiba, dimana seorang famili yang menjenguk, memberi dukungan agar Dadang kuliah bahkan menanggung semua biaya di Surabaya nantinya.
Dan akhirnya bulan Mei 2005, Dadang pergi ke Surabaya dengan menumpang kapal barang. Di Surabaya, dia tinggal di asrama mahasiswa. Tidak hanya kuliah, dia pun beraktivitas kembali sebagai pengurus PII Jatim dan pengurus BEM kampus STAIL.
Dikarenakan kesibukannya tersebut, pihak kampus STAIL menghentikan seluruh beasiswa yang diterimanya saat semester 4. Untuk membayar kuliahnya, dia bekerja salah satunya di home industro kue dan bakery. Dari usaha tersebut, dia mendapatkan pelajaran bahwa dalam merintis bisnis harus dikelola secara profesional.
Selain itu juga, Dadang juga pernah mengelola baitil maal milik Pesantren Mahasiswa Darul Arqom di Bumi Madina Asri, Keputih, perumahan dosen blok U kampus ITS.
Pada tahun 2009, Dadang melangsungkan pernikahan di Bengkulu dengan Fitri Yunita, seorang perantau juga dari Lampung.
5 bulan setelah menikah, Dadang menjadi reporter dan penyiar di stasiun radio FM, Suara Muslim. Namun menjelang tahun ke-2, dia dikeluarkan karena sesuatu hal. Selanjutnya Dadang menjadi loper majalah Hidayatullah, jualan kue keliling, jualan madu, dan es lilin.
Pernah suatu ketika saat mengantarkan pesanan madu, dia mengalami kecelakaan sehingga botol madu pecah dan tumpah di jalan, sehingga harus menanggung semua kerugian dari musibah tersebut.
Tahun 2011, Dadang melihat iklan mengenai property yang bertuliskan "Dapatkan 100 juta di tahun pertama di bisnis properti". Kemudian Dadang bergabung di dunia pemasaran dalam perusahaan properti tersebut, dengan membayar Rp 300.000 per 3 bulan selama proses pembelajaran tersebut. Namun hingga 6 bulan bergabung Dadang masih belum berhasil menjual 1 pun unit properti.
Suatu ketika ada rumah tetangga yang dijual, Dadang pun memotret rumah tersebut dan kemudian meng-upload foto ke Tokobagus. Dan tidak sampai siang hari, ada calon pembeli yang menelpon melakukan negosiasi dan deal. Dari jual beli tersebut, dia mendapatkan fee Rp 5 juta. Dari job baru ini, Dadang bahkan pernah mendapatkan fee Rp 50 juta dalam 1 bulan.
Tahun 2012, setelah merasa menemukan passion-nya, dan tahun itu jumlah rekeningnya mencapai Rp 100 juta, Dadang diperkenalkan dengan pengusaha muda bernama Suyoko, dengan mengeksekusi lahan seluas 1 hektar dan kemudian dijadikan perumahan.
Hingga kemudian Dadang mendirikan PT Indo Tata Graha pada tanggal 29 Agustus 2014 yang berkantor di perumahan Deltasari Sidoarjo. Proyek pertama adalah perumahan di daerah Pepelegi, Sidoarjo yang mempunyai luas 1300 M2 yang berisi 14 unit rumah dengan nama Graha Pepelegi Waru, dan hasilnya dalam waktu 2 bulan seluruh unit ludes, namun dikarenakan sesuatu hal proyek tersebut gagal.
Namun hal tersebut bukanlah kegagalan, karena tidak ada istilah gagal sebagai seorang pengusaha, karena yang ada adalah sukses atau belajar.
Berikutnya adalah tanah di Mojokerto seluas 1.3 hektar, disusul dengan tanah di Legundi Porong dengan luas 13 hektar. Namun sekali lagi dikarenakan sesuatu hal proyek tersebut gagal.
Seseorang jatuh agar bisa bangkit, dan berikutnya Dadang menggagas proyek superblok seluas 30 hektar dengan bendera Graha Permata Juanda, yang ditawarkan dengan konsep syariah tanpa melibatkan bank sama sekali.
Dan hingga tahun 2018, perumahan Graha Permata Juanda terjual 80 persen dari total 1600 unit rumah. Keberhasilan ini didukung dengan meyakinkan bahwa marketing adalah profesi yang tak kalah terhormat dibandingkan profesi lain.
Dan terobosan lain adalah merubah cara pemasaran konvesional menebar brosur atau mendirikan both di mall-mall, yaitu dengan cara gerilya di awal namun menghentak di ujungnya yaitu di event Customer Gathering.
Spirit kerja yang diusung adalah 5 AS, kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, berkualitas dan tuntas.
Setiap karyawan harus memiliki minimal 3 kecakapan dasar, yaitu PIS : passion, integritas dan skill.
Untuk mendorong produktivitas karyawan, diterapkan konsep 135, yaitu 1 orang karyawan menerima penghasilan setara 3 karyawan karena mampu mengerjakan pekerjaan 5 orang.
#sinopsisbuku
#resensibuku
#potretbuku
#resensibuku
#potretbuku