Friday, May 21, 2021

Manajemen Bencana

Respons dan Tindakan terhadap Bencana

Oleh : Hadi Purnomo - Ronny Sugiantoro

Penerbit : MedPress, 2010

Tebal : 120 halaman


Selain gempa bumi, letusan gunung api bencana juga kerap terjadi akibat perubahan iklim (climate change) dan gejala La-Nina dan El-Nino. Dengan global warming yang makin menjadi, apakah bencana itu merupakan human error, atau act of God dalam bentuk act of natural?

Ki Hadjar Dwantara telah memberikan petuah bijak yaitu niteni, niroake dan nambahi untuk memahami dan mengenali peristiwa bencana yang terjadi. Yaitu memahami, meniru dan mendapatkan nilai tambah dari peristiwa bencana tersebut.

Hal ini sebagai upaya untuk tetap bertahan hidup (to learn and to survive), sehingga kita bisa bebas dari bencana (free from disasters), namun pada kenyataannya kita hanya akan bisa hidup damai berdampingan dengan bencana (living with disasters).

Terlebih di Indonesia yang terletak di ring of fire, yaitu jalur lingkaran gempa dengan panjang 1.200 km karena dampak dari bertemuanya 3 lempeng besar dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik.

Sekaligus berada pada pertemuan 3 sistem pegunungan, yaitu pegunungan Alpine Sunda, pegunungan Circum Pasific dan pegunungan Circum Australia sehingga di Indonesia mempunya lebih dari 500 gunung serta diantaranya terdapat 128 gunung aktif. 

Hal tersebut menjadikan pisau bermata dua, paradox of plenty, yaitu disisi satu merupakan kekayaan alam yang tiada tara sebagai harapan sedangkan sisi lain merupakan potensi bencana.

Bencana besar di Indonesia sudah terjadi di masa lampu, mulai dari ledakan gunung berapi Toba di masa pra sejarah sekitar 75.000 tahun yang lalu hingga sekarang menjadi danau Toba, lalu yang paling dekat adalah pada abad 19 ledakan gunung berapi Tambora dan Krakatau.

Untuk itu diperlukan sekali manajemen bencana berupa siklus penanganan bencana (disaster management cycle) yang terdiri dari 4 fase, mulai dari fase mitigation, fase preparedness, response dan recovery.

Fase mitigation adalah fokus pada pengurangan akibat negatif bencana. Fase preparedness adalah menekankan pada keselamatan masyarakat, fase response adalah koordinasi antar berbagai pihak, dan fase recovery adalah fase aktivitas penilaian dan rehabilitasi kehancuran.

Wednesday, May 19, 2021

CEO Wisdom 3

Strategi 25 Pemimpin Asli Indonesia dalam Membesarkan Organisasi

Oleh : A.M. Lilik Agung

Penerbit : PT Elex Media Komputindo, 2015

Tebal : 202 halaman


Cukup banyak tips-tips yang bisa dicatat dari para CEO dalam buku ini mengenai wawasan dalam hal leadership dan management. Diantaranya dari 25 pemimpin organisasi ini adalah Dwi Soetjipto, Handry Satriago dan Ignasius Jonan.

Dalam sebuah perusahaan, performance management sangat perlu dilaksanakan dengan adil dan terbuka, sehingga tidak ada lagi istilah "urut kacang". Sehingga tidak ada lagi faktor senioritas yang sering tidak produktif yang dapat membuat karyawan yang berkinerja prima menjadi demotivasi, yang juga kadang kala membonsai para talenta muda yang bertumbuh cepat. (halaman 163 : RJ Lino, CEO Pelabuhan Indonesia 2).

Untuk itu perlu dilakukan suatu perubahan. Dalam proses berubah terdapat 3 fase yaitu Unfreezing (pencairan), Changing (perubahan) dan Refreezing (pembekuan kembali). Pada fase perubahan kita tidak hanya menyasar orang, namun juga sistem, struktur, budaya dan teknologi. (halaman 137 : Nur Pamudji, CEO PLN).

Dalam menyikapi perubahan yang tanpa henti, maka kita harus memiliki kaki kanan kokoh pada budaya perusahaan, namun kaki kiri lentur terhadap perubahan. Yaitu konservatif terhadap hal integritas, respek dan tanggung jawab. Namun moderat terhadap ranah konsep, inovasi dan teknologi. (halaman 48 : Handojo Selamet Muljadi, CEO Tempo Group).

Namun pada akhirnya jangan lupa untuk hidup seimbang, yaitu sukses berkarier dalam membangun bisnis, juga sukses diri pribadi dalam membangun keluarga, sehingga keluarga harmonis, bisnis berbiak. Untuk itu perlu ada 3 peran sebagai pemimpin, yaitu manajerial, etikal dan spiritual. (halaman 29 : Budiarto Halim, CEO Erajaya Group).

Thursday, May 6, 2021

Alasan-alasan Konyol dan Keren Kenapa Aku Suka Lari Jarak Jauh

Oleh : Matthew Inman

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, 2015

Tebal : 147 halaman

Para pelari sering mendeskripsikan sebuah fenomena yang dikenal sebagai "membentur tembok", dimana "tembok" diibaratkan sebagai titik dalam berlari dimana secara fisik dan emosional mereka merasa kalah. 

Aku lari karena itu membuatku merasa lebih baik. 

Betapa penting dalam hidup tidak harus menjadi kust, tapi merasa kuat. 

Lari bukan mengenai membangun kekuatan, namun mengenai menemukan kekuatan dan menilai diri sendiri setiap hari. 

Begitulah nasib pelari, melalui rasa sakit dapat menemukan kedamaian. 

Ketika lari, dunia menjadi hening. 

Sukses dalam lari maraton bukanlah akibat latihan, melainkan berkat menguyur diri di pos bantuan.

Featured Post

Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi

Judul : Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi Oleh : Gerald Corey Penerbit : Refika, 2003 Tebal : 434 halaman Psikoanalisis adalah ali...

Related Posts