Oleh : Simcha Jacobovici, Charles Pellegrino
Penerbit : OnRead-Books Publisher, 2007
Tebal : 2007
Laporan penggalian pendahulu Otoritas Kepurbakalaan Israel ditulis oleh Amos Kloner, seorang profesor arkeologi di Universitas Bar-Ilan Israel.
Kloner memisahkan diri dari klaim yang dibuat dalam film dokumenter tersebut. Ia mengatakan bahwa tidak benar jika menyebutnya sebagai "informasi yang belum pernah dilaporkan sebelumnya" dan bahwa ia telah menerbitkan semua rinciannya di jurnal Antiqot pada tahun 1996. Ia tidak mengatakan bahwa itu adalah makam keluarga Yesus.
Prasasti yang digambarkan sebagai Yeshua` bar Yehosef adalah yang paling diperdebatkan.
Enam dari sembilan osuarium yang tersisa mempunyai prasasti.
The Lost Tomb of Jesus berpendapat bahwa tiga di antaranya membawa nama tokoh dari Perjanjian Baru.
Arti dari prasasti tersebut masih diperdebatkan.
-
Buku ini mengisahkan penemuan kontroversial sebuah makam kuno di Talpiot, Yerusalem, yang diyakini oleh penulis sebagai makam keluarga Yesus dari Nazaret. Penemuan ini memicu perdebatan luas karena implikasinya terhadap sejarah dan keyakinan Kristen.
Pada tahun 1980, saat pembangunan kompleks perumahan di Talpiot, para pekerja konstruksi secara tidak sengaja menemukan sebuah makam batu yang berisi sepuluh ossuarium (kotak tulang) dari abad pertama Masehi. Enam di antaranya memiliki inskripsi nama-nama yang familiar dalam tradisi Kristen: "Yeshua bar Yehosef" (Yesus anak Yusuf), "Maria", "Yose" (diminutif dari Yusuf), "Yehuda bar Yeshua" (Yehuda anak Yesus), "Mariamene e Mara" (yang oleh penulis diidentifikasi sebagai Maria Magdalena), dan "Matya" (Matias). Awalnya, para arkeolog menganggap kesamaan nama-nama tersebut sebagai kebetulan semata dan tidak melanjutkan penyelidikan lebih lanjut.
Dua puluh lima tahun kemudian, Simcha Jacobovici, seorang jurnalis investigatif, bersama Charles Pellegrino, memutuskan untuk menyelidiki kembali makam tersebut. Mereka melakukan berbagai analisis ilmiah, termasuk uji DNA dan studi patina (lapisan mineral) pada ossuarium, untuk menentukan hubungan antarindividu yang dimakamkan di sana. Salah satu temuan kontroversial mereka adalah klaim bahwa ossuarium yang bertuliskan "Yehuda bar Yeshua" menunjukkan bahwa Yesus memiliki seorang anak bernama Yehuda. Selain itu, mereka mengaitkan ossuarium "Mariamene e Mara" dengan Maria Magdalena, berdasarkan referensi dalam teks Gnostik abad ke-4, Acts of Philip.
Penulis juga mengemukakan bahwa ossuarium yang sebelumnya ditemukan secara terpisah dan bertuliskan "Yakobus anak Yusuf, saudara Yesus" sebenarnya berasal dari makam Talpiot. Mereka mendasarkan klaim ini pada kesamaan patina antara ossuarium Yakobus dan yang ditemukan di Talpiot. Namun, klaim ini dibantah oleh beberapa arkeolog, termasuk Prof. Amos Kloner, yang menyatakan bahwa ossuarium ke-10 dari makam Talpiot tidak memiliki inskripsi dan berbeda ukurannya, sehingga tidak mungkin merupakan ossuarium Yakobus.
Buku ini, bersama dengan film dokumenter The Lost Tomb of Jesus yang dirilis bersamaan, memicu kontroversi besar di kalangan akademisi, teolog, dan masyarakat umum. Banyak ahli arkeologi dan teologi menolak klaim penulis, menganggapnya sebagai spekulasi yang tidak didukung bukti kuat. Mereka menyoroti bahwa nama-nama seperti Yesus, Maria, dan Yusuf sangat umum pada masa itu, sehingga keberadaan mereka dalam satu makam tidak dapat dijadikan bukti definitif. Selain itu, asosiasi antara "Mariamene e Mara" dengan Maria Magdalena dianggap lemah karena kurangnya bukti historis yang mendukung.
The Jesus Family Tomb menawarkan narasi yang memadukan arkeologi, sejarah, dan investigasi ilmiah untuk menantang pemahaman tradisional tentang kehidupan dan kematian Yesus. Meskipun banyak klaim dalam buku ini diperdebatkan dan ditolak oleh komunitas akademik, karya ini tetap menarik bagi mereka yang tertarik pada eksplorasi alternatif terhadap sejarah awal Kekristenan.