Oleh : Rudy Badil & Indro Warkop
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia, 2020
Tebal : 278 halaman
Jika kita mengira bahwa Warkop DKI hanyalah grup lawak komedi, kita benar-benar harus membaca buku ini. Dalam buku ini kita akan mengetahui seluk beluk dan sejarah dari Warkop yang membesar hingga menjadi legenda.
Tidak hanya di dunia komedi, namun juga dalam bidang politik.
Sehingga tidak heran dalam setiap akhir film sering ada tulisan "Tertawalah Sebelum Dilarang" atau "Tertawalah sebelum Tertawa itu Dilarang".
Warkop berperan cukup aktif dalam mengkritik Orde Baru melalui satir-satir politik. Kritik yang disampaikan dengan apik menjadi pelampiasan sosial sebagai bentuk penyampaian aspirasi generasi muda sehingga dianggap tidak terlalu mengganggu kekuasaan.
Sehingga lawakan mereka acap kali disebut dengan bercanda otak atau gurauan politik.
Hal ini juga bisa dilihat dari nama kelompok mereka, yaitu Warkop. Dimana warkop atau warung kopi merupakan tempat berkumpul lelaki yang mau beristirahat dan santai sambil ngobrol bebas apa saja sebagai bentuk melepaskan gagasan dan pandangannya mengenai persoalan kehidupan dan lingkungan.
Tahun 1979, Warkop melakukan rekaman Album Warung Kopi yang laris di pasaran dimana album tersebut terjual 180.000 kaset hanya dalam 45 hari, dengan total terjual 259.000 kaset. Album kedua juga cukup laku, yaitu sebanyak 162.000 kaset.
Kemudian, Warkop mendapat tawaran untuk main film, seperti yang kita kenal dan tonton saat ini.
Bicara mengenai lagu berjudul "Madu dan Racun", sebenarnya semula diperkenalkan oleh Warkop. Lagu ini semula berjudul "Bingung" direkam Vocal Grup Prambors pada tahun 1975 di side B album Noor Bersaudara. Vocal grup ini digawangi oleh Mohammad Noer Arumbinang, Djody W., Alrieda Hutasoit dan Sidosa.
Sidosa ini adalah nickname dari Ari Wibowo.
Kasino dalam beberapa pertunjukan lawak Warkop acap kalo menyanyikan lagu "Bingung" hingga akhirnya dikenal luas.
Kemudian saat Sidosa alias Ari Wibowo membentuk band baru bernama Bill & Brod, kemudian lagu tersebut di-remake dan merubah judulnya menjadi "Madu dan Racun" sehingga judulnya menjadi lebih catchy pada tahun 1984.
Ada 1 resep dari Warkop mengapa bisa terkenal cukup lama hingga tetap eksis selama 20 tahun di panggung lawak. Mereka menerapkan konsep penghematan popularitas. Yaitu misalnya dengan mengatur frekuensi pemunculan, sehingga mereka tidak terlalu mengumbar diri nongol dimana-mana.
Grup Warkop DKI juga terkenal kompak.
Saat itu juga cukup banyak film yang dimainkan oleh tokoh atau kelompok lawak lain yang juga mempunyai daya tarik luar biasa. Namun mereka tampil di film komedi tersebut tidak pernah mengusung menggunakan nama kelompoknya.
Berbeda dengan Warkop.
Sebelumnya mereka menggunakan nama Warkop Prambors lalu berikutnya menggunakan nama Warkop DKI. Bukan Dono saja atau Kasino saja atau Indro saja. Karena sejak awal mereka berkomitmen untuk memakai nama kelompok, bukan individu, karena mereka menyadari bahwa yang harus dijalankan adalah brand.
Kesadaran mengedepankan nama kelompok ibarat kesadaran mengelola nama perusahaan.
Karena Warkop dalah sebuah usaha bersama.
Salah satu film Warkop DKI yang cukup mengesankan adalah Chips. Film ini merupakan parodi dari film Chips (California Highway Patrols). Lalu diparodikan menjadi CHIPS yaitu Cara Hebat Ikut Penanggulangan Masalah Sosial.
Dan dialog yang cukup ikonik dalam film Chips ini adalah kata-kata "Jangkrik, Bos".