Candi Misterius Wangsa Syailendra
Penulis : Asisi Suhariyanto
Penerbit : GagasMedia, 2024
Tebal : 274 halaman
Budaya bukan sekedar kesenian biasa, namun budaya merupakan jati diri bangsa yang dapat menjahit keberagaman, dalam konteks bangsa Indonesia, sehingga budaya ini mampu membuat nusantara tetap utuh hingga saat ini.
Dan itulah yang membuat Asisi Suhariyanto dalam Asisi Channel banyak melakukan perjalanan melakukan penelisikan ke candi-candi dalam upaya mengungkap jati diri nusantara dari sebuah kemaharajaan Jawa Kuno.
Pada abad ke-8 hingga abad ke-10, yang dikenal sebagai Klasik Tua, pada jaman itu orang-orang Jawa Kuno membangun candi Borobudur dan candi Prambanan serta candi yang lain yang mempunyai ukuran besar dan kolosal.
Tulisan pertama buku ini adalah Candi yang berada di pegunungan Dieng, konon berdasarkan laporan dari Raffles dalam buku History of Java, berdasarkan Cornelius yang ditugaskan Raffles pada tahun 1814, banyak candi yang terendam danau yang berjumlah 400 reruntuhan candi.
Para arsitektur candi di Jawa memang dididik di India, namun mereka sebagai local genius tidak serta merta menelan mentah konsep dari asalnya, namun terdapat pengembangan tersendiri sehingga menjadikan candi di nusantara unik dan khas. Hal ini bisa dilihat di komplek percandian di Dieng.
Berikutnya yang dibahas adalah kompleks Candi Pringapus dan Situs Liyangan yang berada di lereng Gunung Sindoro. Diperkirakan dibangun pada abad ke-8 hingga 9 Masehi. Cerita bersejarah dari keduanya diperkuat juga oleh Prasasti Rukam (907 Masehi) dan Prasasti Mantyasih (907 Masehi).
Candi yang diceritakan selanjutnya membuat aku ingin kesana, yaitu Candi Sari, di Cepogo Boyolali. Disana terdapat arca Nandini. Konon candi ini berfungsi sebagai penyumbat bencana. Kemudian masih di Boyolali, juga terdapat candi lain, yaitu Candi Lawang Cepogo, yang bisa dibilang merupakan Candi Prambanan mungil di Boyolali seandainya masih utuh.
Dari Jawa Tengah, selanjutnya kita melakukan perjalanan jauh ke Timur, tepatnya di kota Malang, Jawa Timur, untuk melihat Candi Badut. Sebuah sumber menyatakan bahwa nama Candi Badut berasal dari kata Limwa atau Lisma, yang merupakan nama kecil Raja Gajayana, yang mempunyai arti tukang melucu. Namun sumber lain menyebutkan bahwa nama Candi Badut berasal dari nama desa lokasi candi tersebut, sebelum kemudian berganti nama menjadi Karang Besuki.
Beberapa sumber menduga Candi Badut berasal dari Kerajaan Kanjuruhan dengan Raja Gajayana, namun ada dugaan bahwa Candi Badut sebenarnya merupakan candi peninggalan dari Kerajaan Medang, penjelasan lebih komprehensif bisa dibaca di buku ini.
Dari Malang, perjalanan kita lanjutkan kembali ke arah Barat, yaitu menuju kota Nganjuk. Disana terdapat Candi Lor. Candi ini menjadi tugu kemenangan atau monumen kemenangan Jawa atas Sriwijaya sekaligus sebagai tanda dipindahnya pusat pemerintahan Medang ke Jawa Timur.
Yang unik dan yang menarik dari Candi Lor adalah pohon kepuh raksasa yang laksana memeluk reruntuhan Candi Lor untuk mempertahankan puing-puing dari batu-batu candi tersebut. Hampir mirip dengan Kuil di Angkor Wat.
Pindahnya pusat pemerintahan oleh Mpu Sindok ke Jawa Timur membuka lembaran baru dinasti yang bernama Isyana.
Berdasarkan prasasti Turyyan (928 Masehi), ibu kota Medang sudah pindah dan berada di Tamwlang atau Tembelang di Jombang, Jawa Timur.
Putra keturunan yang terkenal adalah Airlangga (990 - 1049 Masehi) yang terkenal dengan Petirtaan Jolotundo di Trawas yang berada di lereng Gunung Penanggungan. Masih di kaki Gunung Penanggungan, juga terdapat petirtaan yang lain, jika Petirtaan Jolotundo berada di sisi barat, maka di sisi timur terdapat Petirtaan Belahan atau Sumber Tetek.
Ada kemungkinan bahwa Petirtaan Jolotundo merupakan milik dari Dinasti Isyana, sedangkan Petirtaan Belahan merupakan milik dari Dinasti Rajasa, yaitu wangsa yang berlanjut pada raja-raja Kadhiri, yang kemudian berlanjut ke Ken Angrok atau Sri Ranggah Rajasa.
Perjalanan mengelilingi candi dilanjutkan ke situs candi Tondowongso yang berada di Kediri. Di Kediri juga ada Candi Gurah, Candi Kemuning hingga Situs Calon Arang. Untuk penjelasan lebih detai dan komprehensif silahkan dibaca di buku ini.
Setelah tuntas membaca buku ini, jadi tidak sabar menunggu buku kedua Rahasia Nusantara diterbitkan.