Oleh : Arief Yahya
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012
Tebal : 210 halaman
Hal pertama yang aku baca dan perlu kita pahami yaitu marketing bukanlah sepenuhnya ilmu eksak sehingga persoalan yang meski waktunya sama kemungkinan menghasilkan yang berbeda.
Terdapat 3 pilar dalam pengembangan usaha, yaitu :
- Solid
- Speed
- Smart
Dalam usahanya agar menjadi lebih dekat dengan konsumen, banyak perusahaan yang menginginkan memanusiakan merk.
Dalam masa sekarang persaingan terjadi sangat tinggi, sehingga untuk menjadi pemenang dalam persaingan maka perusahaan dituntut mempunya keunggulan dalam hal cost structure.
Yang menjadi contoh adalah perusahaan bank Wells Fargo, dimana setelah mereka teliti biaya termahal adalah biaya kunjungan pelanggan. Sehingga pada tahun 1976 Wells Fargo mengeluarkan sebagian besar petugas teller lalu menggantiknya dengan ATM (Automatic Teller Machine).
Buku ini juga membahas sejarah Telkom. Dimana Telkom sudah berdiri sejak 23 Oktober 1856 sebagai perusahaan telekomunikasi pada saat itu yang melayani telegrap eletromagnetik yang menghubungkan Batavia dengan Buitenzorg atau antara Jakarta dengan Bogor.
Saat ini Telkom dimilik oleh Republik Indonesia dengan menguasasi saham mayoritas yaitu 53% saham. Berdasarkan data tahun 2012, Telkom melayani 147 juta pelanggan. Bahkan salah satu anak perusahaan, yaitu Telkomsel melayani 120 juta pelanggan.
Berdasarkan data tahun 2012 pula, Telkom mempunyai value setara dengan US$ 20 Milyar, sedangkan jika dibandingkan dengan perusahaan internasional misalnya Google mempunyai value US$ 218 milyar dan Facebook mempunyai value US$ 50 Milyar.
Dalam buku Paradox Marketing, Arief Yahya—mantan Direktur Enterprise & Wholesale serta Direktur Utama Telkom Indonesia—memperkenalkan konsep strategi pemasaran yang unik dan tak konvensional. Konsep ini memanfaatkan paradoks dalam unsur dasar bauran pemasaran—4P (Product, Price, Place, Promotion)—untuk menciptakan pendekatan yang "unusual" namun menghasilkan dampak luar biasa.
Prinsip utama dari paradox marketing adalah mengelola polaritas yang tampak bertentangan: menawarkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga rendah, menjadikan pelanggan sebagai penjual sekaligus pembeli, atau mengubah produk custom jadi komoditas massal. Salah satu konsep kunci adalah nilai “more for less”: memberikan manfaat lebih banyak untuk konsumen dengan harga terjangkau, namun tetap meraih margin yang menguntungkan.
Arief Yahya menjelaskan bahwa strategi ini dikembangkan dan diterapkan secara bertahap di Telkom, terutama sejak ia menjabat sebagai CEO pada pertengahan 2012. Ia menyebut situasi pasar saat itu sebagai “jam sore”—tanda bahwa perusahaan berada di titik jenuh—dan kemudian memulai strategi yang ia analogikan sebagai “jam 6 pagi” melalui pendekatan paradox marketing: polarisasi produk enterprise-consumer, harga wholesale-retail, tempat private-public, dan promosi social-personal.
Buku ini tak hanya memaparkan konsep, tetapi juga menyertakan PRDX Toolkit, kerangka kerja praktis step‑by‑step yang memandu perusahaan untuk mengenali paradoks di industri mereka, merancang leverage strategi, dan mengimplementasikan inisiatif pemasaran yang tidak biasa namun efektif.
Paradox Marketing menghadirkan berbagai studi kasus nyata dari Telkom Indonesia, menggambarkan bagaimana pendekatan ini berhasil meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan memenangkan pasar dalam kondisi kompetitif. Hasil nyata strategi ini juga diakui secara luas dalam industri, termasuk penghargaan Arief Yahya sebagai Marketeer of the Year 2013 atas keberhasilan menerapkan pendekatan pemasaran yang inovatif dan berdampak signifikan.
No comments:
Post a Comment