Dari Jenggala ke Suriname
Oleh : Tim Penelusur Sejarah Sidoarjo
Penerbit : Ikatan Alumni Pamong Praja Sidoarjo, 2006
Tebal : 107 halaman
Raja Airlangga merupakan putra Raja Bali. Pada umur 17, Airlangga datang ke Mendang Kamulan untuk menikahi kedua putri Sri Darmawangsa Teguh yaitu Sri dan Laksmi. Saat pernikahan berlangsung, terjadi serbuan dari kerajaan Wura Wuri hingga menewaskan Sri Darmawangsa Teguh.
Airlangga bersama Sri dan Laksmi melarikan diri ke Gunung Prawito (Penanggungan). Dibantu oleh Narottama membawa kemakmuran dan ketentraman pemerintahan Airlangga. Pada tahun 1031 pusat pemerintahan pindah ke Kahuripan yang diperkirakan berada di desa Wotan Mas, Ngoro, Pasuruan.
Semua bermula saat Raja Airlangga membagi kerajaan Kahuripan menjadi 2, yaitu Jenggala di utara yang dipimpin oleh Lembu Amiluhung dengan gelar Sri Jayantaka dan Dhaha (Kediri) di selatan yang dipimpin oleh Lembu Amisena yang bergelar Sri Jaya Warsa. Hal ini mengubah peta geopolitik dan ekonomi di pulau Jawa bagian Timur.
Sebagai tapal batas 2 kerajaan adalah kucuran air dari kendi yang membuat garis demarkasi untuk 2 kerajaan tersebut. Tapal batas negara adalah Gunung Kawi sampai sungai Poro (Porong).
Sebagai prasasti dibelahnya Kahuripan, dibangunlah Candi Belahan (Sumber Tetek).
Konon kata Jenggala berasal dari salah penyebutan dari Ujung Galuh yang diperkirakan berada di Surabaya atau Tuban. Pedagang China pada tahun 1060 M menulis Jenggala dengan Jung-ga-luh sebagai negara asing dengan lumbung padi terbesar.
Untuk kraton Jenggala diperkirakan berada di luar Sidoarjo berdasarkan Prasasti Kembang Putih yang ditemukan di Lamongan.
Sumber lain menyebutkan bahwa letak kraton Jenggala diperkirakan di sekitar sungai Pepe, Gedangan, Sidoarjo.
Dan sumber lain, menyatakan bahwa kraton Jenggala terletak di sekitar alun-alun Sidoarjo, dimana terdapat arca Bathara Ismaya (Semar) disana.
No comments:
Post a Comment