Oleh : Haruki Murakami
Penerbit : Bentang Pustaka, 2025
Tebal : 183 halaman
Tidak masalah sekecil apapun yang kita lakukan, namun jika itu konsisten kita lakukan maka hal tersebut akan mempunyai makna kontemplatif bahkan meditatif. Dalam berlari kita tidak hanya akan merasakan capek, namun juga bisa cedera, dan dalam berlari rasa sakit itu pasti namun penderitaan itu adalah pilihan.
Menulis tidak hanya merekam pikiran, namun juga dapat meredam perasaan.
Terkadang kita berlari untuk mendapatkan ruang hampa, dan dalam ruang hampa tersebut seringkali muncul pemikiran-pemikiran yang menjadi ilham dan inspirasi.
Tubuh adalah sebuah sistem yang praktis, kita harus membuat tubuh menjadi sakit dalam jangka waktu lama untuk mengerti, oleh karena itu agar menjadi kuat dalam berlari kita harus melakukan peningkatan latihan secara bertahap, sedikit demi sedikit.
Meski cukup latihan, namun saat melakukan event lari, rasa sakit tetap terasa. Tapi, setelah finish semua sakit yang didera saat lari akan hilang dan lupa. Kemudian langsung menyiapkan untuk menyongsong lari selanjutnya.
Itu lah hidup, suka duka akan mengalami pengulangan terus menerus.
Dalam menulis dan berlari, selain bakat ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu fokus dan daya tahan. Menulis adalah pekerjaan mental, begitu pula dalam berlari, ini lebih pada olahraga mental dibandingkan fisik.
Ada satu lagi hal yang aku sepakati dalam buku ini, yang juga diamini oleh Dave Scott, atlet triatlon, bahwasanya dari 3 olahraga yaitu berenang, bersepeda dan berlari, adalah olahraga bersepeda yang merupakan olahraga paling tidak menyenangkan.
Berlari sudah menjadi bagian dari kebahagian kecil dalam hidupnya, tanpa kebahagian kecil tersebut, maka tidak akan ada motivasi untuk bangun pagi dan berlari.
Buku What I Talk About When I Talk About Running karya Haruki Murakami bukan hanya sekadar catatan seorang novelis tentang hobinya berlari, melainkan sebuah memoar reflektif yang menyatukan kehidupan fisik, mental, dan kreatif seorang penulis dalam satu garis panjang maraton kehidupan.
Melalui gaya menulis yang jujur, sederhana, dan kontemplatif, Murakami mengajak pembaca menyelami pikirannya selama bertahun-tahun menjalani kehidupan sebagai pelari jarak jauh dan novelis. Ia mengisahkan bagaimana ia mulai berlari pada usia 33 tahun, hampir bersamaan dengan ketika ia mulai menulis novel secara serius. Dalam pandangannya, menulis dan berlari memiliki irisan yang sama: keduanya menuntut kesabaran, konsistensi, kesendirian, dan ketahanan mental.
Buku ini mengandung banyak renungan tentang tubuh yang menua, tantangan batin dalam mempertahankan disiplin, serta bagaimana aktivitas fisik mampu memberi ruang untuk berpikir dan menciptakan. Murakami membagikan pengalamannya mengikuti berbagai lomba lari—termasuk triathlon dan ultramaraton 62 mil—sebagai bentuk metafora atas perjuangan menulis dan kehidupan itu sendiri.
Di sela-sela narasi berlari, Murakami juga menyinggung banyak aspek tentang kesunyian, kelelahan, dan pertanyaan mendalam tentang motivasi pribadi: mengapa ia terus menulis, mengapa ia tetap berlari, dan bagaimana semua itu membentuk siapa dirinya.
Dengan sentuhan khasnya yang melankolis namun penuh kejujuran, What I Talk About When I Talk About Running bukan hanya untuk para pelari atau penulis, melainkan untuk siapa saja yang mencari makna dalam rutinitas, perjuangan, dan keterbatasan diri. Ini adalah buku tentang menerima diri sendiri, tentang terus bergerak meskipun lambat, dan tentang bagaimana dalam sunyi langkah kaki, seseorang bisa mendengar isi hatinya sendiri dengan lebih jernih.
No comments:
Post a Comment