Wednesday, December 3, 2025

Your Sin is not Greater Than God's Mercy

Oleh : Nouman Ali Khan

Penerbit : Noura Books, 2017

Tebal : 280 halaman


Rahmat Allah Seluas Langit: Pesan Utama Buku “Your Sin Is Not Greater Than God’s Mercy”

Buku Your Sin Is Not Greater Than God's Mercy karya Nouman Ali Khan merupakan perjalanan spiritual yang menyentuh batin, mengingatkan bahwa tidak ada dosa manusia yang lebih besar daripada ampunan Allah. Dengan gaya bahasa yang lembut, logis, dan menenangkan, buku ini menyisir luka terdalam dalam diri—rasa bersalah, penyesalan, dan keputusasaan—yang kerap membuat seseorang menjauh dari Tuhan. Pesan besarnya sederhana namun sangat kuat: jatuhlah sebanyak apa pun, tetapi jangan pernah berhenti kembali kepada Allah.

Nouman Ali Khan membuka buku ini dengan menggambarkan realitas batin manusia: banyak orang merasa telah terlalu jauh tersesat sehingga tidak layak lagi untuk mendekat kepada Allah. Mereka takut, malu, dan merasa najis oleh dosa. Padahal, justru pada saat itulah seseorang sedang paling membutuhkan Tuhan. Buku ini menekankan bahwa setan bekerja bukan hanya menggoda manusia untuk berbuat dosa, tetapi juga membuat manusia putus asa setelah melakukannya. Di titik inilah pengingat tentang rahmat Allah menjadi obat paling ampuh.

Buku ini sarat dengan penjelasan ayat-ayat Al-Qur'an yang menggambarkan rahmat Tuhan bagi hamba-Nya. Nouman menunjukkan bagaimana Allah dalam banyak kesempatan memanggil manusia dengan panggilan penuh cinta, bukan kecaman. Ayat tentang ampunan selalu mendahului ayat tentang hukuman—sebuah tanda bahwa cinta dan rahmat lebih dahulu ditawarkan sebelum peringatan dan pembalasan. Allah bukan sekadar hakim, tetapi Rabb yang memahami isi hati manusia, setiap air mata, setiap kegelisahan, dan setiap niat untuk kembali.

Di bagian selanjutnya, buku ini membahas konsep tobat secara lebih manusiawi: tobat bukan hanya ritual kefasihan kata-kata, melainkan perjalanan bertahap untuk memperbaiki diri. Seseorang boleh saja limbung, tergelincir lagi, kembali menangis, lalu bangkit lagi—dan itu semua masih dianggap proses mendekat kepada Allah. Selama hati tidak menyerah, Allah tidak akan menyerah kepada manusia. Nouman mengajak pembaca menyadari bahwa ukuran seorang hamba bukan seberapa bersih masa lalunya, tetapi seberapa keras ia berusaha bangkit dan kembali kepada Allah.

Buku ini juga mengajak pembaca melihat diri sendiri dengan kacamata kasih sayang, bukan kebencian diri. Orang-orang yang terjerat rasa bersalah cenderung menganggap bahwa mereka tidak pantas bahagia, tidak pantas berdoa, apalagi dicintai oleh Allah. Padahal, perasaan rendah diri seperti itu hanya menjauhkan seseorang dari sumber ketenangan sejati. Nouman mengingatkan bahwa Allah justru mencintai hamba yang bersujud sambil menangis karena sadar sudah terlalu lama jauh dari-Nya. Tangisan itu bukan tanda keterpurukan, tetapi tanda hidupnya hati.

Pada bagian akhir, buku ini menyampaikan pesan puncak: kesalahanmu bukan identitasmu. Dosa bukan label yang melekat selamanya. Seseorang bisa berubah, bisa menjadi lebih baik, dan bisa mencapai derajat yang mulia. Banyak orang saleh dalam sejarah Islam justru memiliki masa lalu yang kelam, tetapi mereka bangkit, belajar, dan mempersembahkan hidupnya untuk kebaikan. Allah membuka pintu seluas-luasnya bagi siapa pun yang ingin memperbaiki diri—tanpa memandang masa lalu.

Your Sin Is Not Greater Than God's Mercy bukan sekadar buku agama, melainkan pengingat untuk hidup dengan pengharapan. Ia memulihkan jiwa yang terkoyak oleh penyesalan, menguatkan hati yang lelah, dan mengingatkan bahwa rahmat Allah adalah pelukan yang tidak pernah ditutup. Seberapa pun dalam gelapnya masa lalu, cahaya ampunan selalu ada—selama seseorang berani melangkah perlahan menuju-Nya.

Wednesday, November 26, 2025

Orange Economy

Oleh : Felipe Buitrago Restrepo

Penerbit : Noura Books, 2015

Tebal : 242 halaman


Ekonomi Kreatif: Masa Depan Baru dalam “Orange Economy”

Buku Orange Economy karya Felipe Buitrago Restrepo mengangkat satu gagasan besar: kreativitas adalah sumber daya ekonomi paling bernilai di era modern. Jika dulu dunia digerakkan oleh pertanian, lalu industri dan teknologi, kini ekonomi global memasuki babak baru — ekonomi kreatif, yang menempatkan ide, imajinasi, dan budaya sebagai komoditas utama.

Buitrago menjelaskan bahwa ekonomi kreatif mencakup segala bidang yang memonetisasi kreativitas, termasuk musik, film, desain, kuliner, seni pertunjukan, fesyen, animasi, permainan digital, hingga warisan budaya. Buku ini menekankan bahwa nilai ekonomi dari kreativitas bukan sekadar hiburan, tetapi industri besar yang menciptakan lapangan kerja, memperkuat identitas budaya, dan meningkatkan daya saing bangsa.

Dalam pembahasan awal, penulis memaparkan bagaimana Orange Economy telah menjadi motor pertumbuhan bagi banyak negara. Industri berbasis kreativitas menyumbang triliunan dolar bagi perekonomian dunia, dan angka ini tumbuh stabil meski terjadi krisis global. Hal ini membuktikan bahwa kreativitas merupakan aset tak terbatas: semakin digunakan, semakin berkembang — tidak seperti sumber daya alam yang lama-kelamaan habis.

Buitrago juga menyoroti keunggulan kompetitif baru bagi suatu negara: talenta manusia. Negara yang mampu memberi ruang bagi inovasi, kebebasan berekspresi, perlindungan hak cipta, dan pendidikan berbasis seni serta teknologi akan menjadi pemain besar dalam ekonomi dunia. Dalam konteks ini, kreativitas tidak hanya menghasilkan karya seni, melainkan juga solusi bisnis, teknologi cerdas, model pemasaran, hingga gaya hidup baru.

Kendati memperlihatkan peluang besar, buku ini juga membahas tantangan yang menghadang: pembajakan karya, minimnya akses pembiayaan, kurangnya ekosistem pendukung, hingga anggapan bahwa profesi kreatif hanya hobi belaka. Buitrago menegaskan perlunya pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat membangun budaya menghargai kreativitas — mulai dari pendidikan hingga regulasi — agar industri kreatif berkembang secara berkelanjutan.

Pada bagian akhir, Orange Economy mengajak pembaca melihat ekonomi kreatif sebagai identitas dan kekuatan nasional. Negara yang mendorong kreativitas warganya bukan hanya menjadi maju secara ekonomi, tetapi juga menjadi bangsa yang percaya diri, mandiri, dan dihormati di kancah global. Kreativitas bukan hanya tentang menghasilkan uang, tetapi tentang mewariskan budaya, membuka peluang, dan menebar inspirasi.

Di tengah dunia yang semakin kompetitif dan serba cepat, buku ini menyampaikan pesan kuat: masa depan adalah milik mereka yang berani berkreasi. Dan ekonomi global kini memberi ruang luas bagi siapa pun — individu, komunitas, maupun negara — untuk menjadikan kreativitas sebagai kekuatan utama.

Wednesday, November 19, 2025

The Chief Financial Officer

What CFOs do, the influence they have and why it matters

Oleh : Jason Karaian

Penerbit : Profile Books Ltd, 2014

Tebal : 147 halaman


Buku The Chief Financial Officer karya Jason Karaian menghadirkan gambaran komprehensif tentang bagaimana peran CFO telah mengalami transformasi besar dalam dunia bisnis modern. Jika dahulu seorang Chief Financial Officer dipandang hanya sebagai “penjaga angka”—orang yang memastikan laporan keuangan akurat dan kas perusahaan aman—maka kini perannya telah meluas menjadi salah satu motor penggerak strategi perusahaan. 

Karaian menekankan bahwa CFO masa kini tidak lagi bekerja di balik meja sebagai pengawas laporan keuangan semata, melainkan menjadi mitra utama CEO dalam membuat keputusan bisnis penting, mengelola risiko, memetakan arah perusahaan, hingga memimpin perubahan budaya organisasi. 

Buku ini membuka mata pembaca bahwa profesi CFO merupakan titik pertemuan antara kemampuan analitis, kepemimpinan, komunikasi, dan visi masa depan, menjadikannya salah satu jabatan paling strategis dalam manajemen puncak.

Di dalam bukunya, Karaian menggambarkan bagaimana dunia yang semakin kompleks—dengan disrupsi teknologi, perubahan regulasi, volatilitas pasar, dan globalisasi—menuntut CFO untuk menjadi pemimpin yang adaptif dan penuh intuisi. 

CFO modern harus mampu membaca tren, memahami data dalam jumlah besar, dan menerjemahkannya menjadi strategi yang dapat dijalankan seluruh organisasi. Di sisi lain, CFO juga harus memastikan keberlanjutan bisnis dengan merancang struktur modal, mengawasi investasi, mengendalikan biaya, serta merancang sistem pelaporan yang cepat dan akurat untuk mendukung pengambilan keputusan. 

Buku ini menyoroti bahwa keberhasilan CFO bukan hanya diukur dari angka yang sehat, tetapi dari kemampuannya membawa perusahaan lebih gesit menghadapi perubahan.

Salah satu bagian paling menarik dari buku ini adalah pembahasan mengenai komunikasi dan kepemimpinan. Karaian menekankan bahwa CFO harus mampu berinteraksi dengan berbagai pihak: dewan direksi, investor, pemerintah, bank, analis, hingga karyawan internal lintas departemen. 

Ia harus mampu menjelaskan hal yang rumit dengan bahasa sederhana, membangun kepercayaan, dan menyelaraskan berbagai kepentingan strategis. CFO juga menjadi figur kunci dalam membangun budaya organisasi yang disiplin, transparan, dan berorientasi pada kinerja. 

Buku ini menunjukkan bahwa kemampuan interpersonal ternyata sama pentingnya dengan kemampuan teknis, menjadikan CFO sebagai pemimpin holistik yang mempengaruhi arah perusahaan secara luas.

Selain itu, Karaian juga membahas tantangan besar yang dihadapi CFO di era data dan otomatisasi. Teknologi seperti analitik canggih, artificial intelligence, dan otomatisasi proses telah mengubah cara fungsi keuangan bekerja. 

CFO harus memahami bagaimana teknologi ini memberikan keunggulan kompetitif sambil tetap menjaga integritas data dan tata kelola perusahaan. Penekanan pada inovasi ini menunjukkan bahwa CFO tidak dapat berjalan di tempat; ia harus memimpin transformasi digital dan memastikan tim finansialnya mampu beradaptasi dengan alat serta sistem terbaru.

Di bagian akhir, buku ini memberikan wawasan yang sangat praktis: bagaimana menjadi CFO yang efektif, bagaimana menavigasi krisis, serta bagaimana membangun tim yang solid dan visioner. Karaian juga menampilkan banyak contoh nyata dari perusahaan global yang menunjukkan bagaimana CFO menjadi pendorong utama pertumbuhan dan stabilitas perusahaan. 

Secara keseluruhan, The Chief Financial Officer adalah panduan penting bagi siapa pun yang ingin memahami evolusi peran CFO, baik bagi profesional keuangan, mahasiswa bisnis, maupun pemimpin organisasi yang ingin melihat bagaimana strategi perusahaan dibentuk dari sisi finansial. Buku ini menegaskan bahwa CFO bukan lagi penjaga buku besar—tetapi arsitek masa depan perusahaan.

Wednesday, November 12, 2025

The Great Reset : Tak Usah Panik, Biarkan Alam Menyusun Ulang Dirinya Sendiri


Reborn - Rebound - Resurrection

Oleh : Erwin K. Awan & T. Fany R.

Penerbit : Embrio Publisher, 2025

Tebal : 108 halaman


Di tengah dunia yang semakin modern dan maju, banyak orang merasakan hidup mereka terasa hampa. The Great Reset mengajak kita berhenti sejenak untuk bertanya: Mengapa hidup seperti ini? 

Buku ini menyingkap kelelahan batin manusia modern—bahwa yang kita hadapi sering kali bukan hanya sekadar masalah, melainkan juga jejak karma dan luka yang diwariskan dari lintas generasi.

Dengan memadukan kearifan Jawa dan kebijaksanaan spiritual universal, buku ini akan menuntun kita memahami bahwa setiap kesulitan bukanlah sebuah hukuman, tapi panggilan untuk menyembuhkan akar kehidupan. 

The Great Reset bukan soal menyerah, melainkan tentang sadar, melepaskan, dan kembali selaras dengan alur semesta. The Great Reset adalah peta jalan pulang menuju diri sejati—tempat luka menjadi guru, dan membantu untuk membuat hidup kembali bermakna.

Wednesday, November 5, 2025

Turmoil In The Toybox II

Oleh : Joan Hake Robie

Penerbit : Citra Pustaka, 

Tebal : 183 halaman


Buku Turmoil in the Toybox II merupakan lanjutan dari karya kontroversial sebelumnya yang menyoroti pengaruh budaya populer anak-anak terhadap nilai moral dan spiritual keluarga Kristen. Dalam buku kedua ini, Joan Hake Robie kembali memperdalam kajiannya mengenai dunia hiburan, mainan, dan produk media yang sering dianggap tidak berbahaya, tetapi menurutnya memiliki dampak spiritual yang signifikan terhadap perkembangan anak. Buku ini menyoroti bagaimana banyak elemen hiburan modern—kartun, permainan, boneka, hingga cerita fantasi—mengandung pesan terselubung yang dapat menjauhkan anak dari nilai-nilai keimanan.

Robie memulai buku ini dengan menggambarkan bagaimana industri mainan dan hiburan terus berkembang pesat sejak buku pertamanya dirilis, menghadirkan karakter dan brand baru yang semakin populer. Ia menilai bahwa perkembangan tersebut sering kali tidak diimbangi dengan kesadaran orang tua dalam memahami konten yang dikonsumsi anak. Dalam analisisnya, Robie membedah berbagai tokoh dan produk populer—mulai dari ikon fantasi, superhero, hingga karakter supernatural—yang menurutnya membawa pesan-pesan yang bertentangan dengan ajaran Kristen. Ia menekankan bahwa banyak figur dalam media anak memiliki latar belakang yang terkait dengan mitologi, okultisme, kekuatan magis, atau ideologi yang dapat memengaruhi cara pandang anak terhadap dunia spiritual.

Buku ini juga menyoroti fenomena bagaimana anak-anak menjadi lebih mudah terpapar pesan subliminal melalui film, lagu, video game, serta produk hiburan lain yang dirancang dengan sangat menarik. Robie mengingatkan bahwa semakin majunya teknologi dan pemasaran membuat anak rentan terikat secara emosional dengan karakter tertentu tanpa memahami nilai di baliknya. Di sinilah ia mendorong orang tua untuk lebih proaktif memilih dan memfilter tayangan atau produk hiburan, agar perkembangan spiritual anak tetap terjaga.

Lebih jauh, Robie menekankan konsep bahwa pertarungan nilai di era modern tidak terjadi secara frontal, melainkan sering hadir melalui hal-hal yang tampaknya ringan dan menyenangkan. Ia menegaskan bahwa dunia mainan bukan hanya ruang hiburan, tetapi juga arena pembentukan karakter, identitas, dan keyakinan. Karena itu, orang tua perlu menyadari bahwa “permainan” dapat menjadi medium bagi pengaruh budaya yang tidak selaras dengan nilai-nilai keluarga.

Menutup bukunya, Robie memberikan berbagai saran praktis bagi orang tua untuk membangun komunikasi yang lebih baik dengan anak mengenai hiburan yang mereka konsumsi. Ia mendorong pendampingan, edukasi spiritual yang komprehensif, dan penanaman nilai positif sejak dini sebagai cara untuk menghadapi tantangan budaya populer. Melalui Turmoil in the Toybox II, Joan Hake Robie ingin mengingatkan bahwa menjaga dunia anak bukan hanya tentang melarang, tetapi tentang memahami, mengarahkan, dan menanamkan nilai-nilai yang kokoh dalam keluarga.

Wednesday, October 29, 2025

The King is Dead

Oleh : Soleh Solihun

Penerbit : Qanita, 2009

Tebal : 236 halaman


Buku The King Is Dead adalah karya yang sangat personal dari Soleh Solihun — komika, musisi, dan jurnalis yang dikenal dengan gaya bicaranya yang jujur dan penuh humor satir. Dalam buku ini, Soleh menuliskan perjalanan hidup dan pandangan pribadinya tentang banyak hal: karier, cinta, agama, musik, industri hiburan, hingga persoalan eksistensial tentang hidup dan kematian.

Judulnya sendiri, The King Is Dead, bukan sekadar provokatif. Ia merefleksikan kesadaran tentang kefanaan dan pergantian zaman, termasuk bagaimana “raja-raja lama” — entah di dunia hiburan, pemikiran, atau nilai-nilai hidup — pada akhirnya harus digantikan oleh generasi dan cara pandang baru.


Buku ini berisi kumpulan esai dan refleksi pendek dengan gaya khas Soleh Solihun: blak-blakan, lucu, tapi penuh makna.

Beberapa gagasan utama yang muncul dalam buku ini antara lain:


Tentang Kejujuran Diri dan Otentisitas.

Soleh menolak untuk berpura-pura demi mengikuti arus popularitas. Ia menulis bahwa menjadi diri sendiri — meski dianggap aneh, nyeleneh, atau “tidak marketable” — jauh lebih penting daripada memuaskan publik.


Tentang Dunia Hiburan dan Popularitas.

Ia mengulas sisi gelap dunia komedi dan hiburan: persaingan, tekanan untuk selalu lucu, dan tuntutan pasar yang terkadang menggerus idealisme. Di balik tawa, ada perjuangan mempertahankan integritas.


Tentang Zaman yang Berubah.

“The King Is Dead” juga metafora bagi pergeseran nilai. Soleh menulis bahwa orang-orang dulu yang dianggap keren dan dihormati kini bisa dengan mudah tergantikan oleh figur baru di media sosial. Dunia terus berubah — dan tidak ada yang abadi.


Tentang Agama dan Kematian.

Dengan nada reflektif, Soleh berbicara tentang keimanannya, tentang bagaimana ia berusaha memahami Tuhan tanpa kehilangan nalar. Kematian di sini bukan sesuatu yang ditakuti, tapi dihadapi dengan kesadaran dan humor khasnya.


Tentang Hidup yang Sederhana dan Bermakna.

Ia menekankan pentingnya menikmati hidup apa adanya. Tidak perlu menjadi “raja” untuk merasa berharga — cukup menjadi manusia yang jujur dan berguna.


Yang membuat buku ini menarik bukan hanya isinya, tetapi cara Soleh bercerita.

Ia menulis dengan gaya bahasa ngalor-ngidul tapi jernih, menggabungkan humor, kritik sosial, dan refleksi pribadi tanpa pretensi.

Buku ini terasa seperti mendengarkan stand-up comedy yang berubah menjadi renungan hidup — ringan tapi menggigit, lucu tapi menyentuh.


Lewat The King Is Dead, Soleh Solihun mengingatkan pembaca bahwa setiap orang, seberapa pun terkenalnya, akan “mati” pada waktunya — secara harfiah maupun simbolis.

Yang penting bukan berapa lama kita jadi “raja”, tapi apa yang kita tinggalkan setelah “tahta” itu runtuh.

Wednesday, October 22, 2025

Be Obsessed or Be Average


Oleh : Grant Cardone
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2017
Tebal : 252 halaman

Dalam Be Obsessed or Be Average, Grant Cardone — seorang pengusaha sukses, motivator, dan investor — menyampaikan pesan yang kuat: obsesi bukanlah kelemahan, melainkan bahan bakar untuk mencapai kesuksesan luar biasa.
Menurutnya, dunia saat ini tidak memberi ruang bagi mereka yang “biasa-biasa saja.” Jika seseorang ingin berhasil di bidang apa pun, ia harus memiliki obsesi yang sehat, fokus yang ekstrem, dan determinasi tanpa batas.

Cardone berbicara berdasarkan pengalaman pribadinya: dari hidup miskin, kecanduan narkoba, hingga menjadi miliarder dan pemilik berbagai perusahaan sukses. Ia menekankan bahwa semua pencapaiannya lahir dari obsesi terhadap kerja keras, pertumbuhan, dan pencapaian besar.


Cardone membagi pemikirannya menjadi beberapa prinsip utama yang saling berkaitan:

Obsesi adalah kunci keunggulan.
Ia menolak pandangan bahwa obsesi itu berbahaya. Sebaliknya, orang-orang hebat dalam sejarah — seperti Steve Jobs, Elon Musk, atau Thomas Edison — semuanya “terobsesi” terhadap visi mereka.

Hilangkan rasa takut terhadap penilaian orang lain.
Banyak orang gagal bukan karena tidak mampu, tapi karena takut terlihat berlebihan. Cardone menegaskan bahwa menjadi luar biasa berarti siap berbeda dan tak disukai semua orang.

Gunakan energi negatif sebagai bahan bakar.
Kritik, penolakan, atau kegagalan bukan untuk dihindari, melainkan dimanfaatkan sebagai dorongan untuk bekerja lebih keras dan membuktikan diri.

Bekerja lebih keras dari siapa pun.
Ia berulang kali menekankan prinsip kerja keras ekstrem — bukan hanya 9 to 5, tapi “all in.” Obsesi berarti totalitas terhadap tujuan.

Tetapkan target besar dan jangan puas dengan pencapaian kecil.
Cardone menolak mentalitas “cukup.” Ia mendorong pembaca untuk terus menaikkan standar, karena rasa puas terlalu dini adalah musuh terbesar kemajuan.

Bangun lingkungan yang mendukung obsesi.
Dikelilingi oleh orang-orang yang ambisius dan berorientasi tujuan akan menjaga semangat tetap menyala.

Pesan utama buku ini adalah menolak mediokritas dan merangkul obsesi sebagai gaya hidup.
Grant Cardone menunjukkan bahwa dunia modern tidak memberi hadiah bagi mereka yang “cukup baik.” Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk melangkah lebih jauh, berpikir lebih besar, dan bertindak lebih cepat daripada orang lain.

Ia juga menegaskan bahwa menjadi obsesif bukan berarti kehilangan keseimbangan, melainkan menemukan fokus mendalam pada sesuatu yang benar-benar penting bagi hidup kita.

Wednesday, October 15, 2025

Yakinlah Ada Hadiah yang Sedang Allah Persiapkan

Oleh : Ahmad Rifai Rifan & T. Fany R.

Penerbit : Alma Pustaka, 2025

Tebal : 150 halaman



Saat langkah terasa berat dan hidup digempur oleh ujian, jangan buru-buru berputus asa. Mari bersabar dan tenangkan jiwa, karena di balik gelap yang kita hadapi, Allah hakikatnya sedang menata cahaya yang kelak akan membuat kita tersenyum lega.

Setiap air mata yang tumpah tak pernah sia-sia, setiap sabar dan ikhtiar yang kita lakukan, pasti diganjar dengan kebaikan. Karena janji Allah itu pasti: bersama kesulitan, pasti ada kemudahan, bersama sakit, pasti ada obat, dan setelah lelah dan sedih, ada hadiah yang sedang menanti.

Wednesday, October 8, 2025

Life Lessons


Penulis: Elisabeth Kübler-Ross & David Kessler
Penerbit : Haru, 2023
Tebal : 307

Buku Life Lessons adalah karya reflektif dan menyentuh hati dari dua tokoh yang dikenal luas dalam bidang psikologi kematian dan kehilangan. Elisabeth Kübler-Ross, penulis On Death and Dying, bersama David Kessler, menghadirkan buku ini bukan sebagai pembicaraan tentang kematian semata, melainkan tentang bagaimana memahami kehidupan dengan lebih mendalam melalui pelajaran dari mereka yang hampir meninggal.

Buku ini terdiri dari berbagai kisah nyata dan renungan spiritual yang disusun dalam 14 “pelajaran kehidupan” (life lessons). Setiap bab menggali satu nilai penting seperti cinta, rasa bersyukur, kesabaran, pengampunan, kebahagiaan, dan keberanian. Melalui pengalaman pasien-pasien yang berada di ambang kematian, kedua penulis menunjukkan bahwa momen mendekati akhir hidup justru sering membuka mata tentang apa yang benar-benar berarti dalam hidup.

Elisabeth dan David mengajak pembaca melihat bahwa kehidupan tidak harus menunggu akhir untuk menemukan makna. Mereka menekankan bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk belajar mencintai lebih dalam, memaafkan lebih cepat, dan hidup lebih sadar. Pelajaran terbesarnya adalah bahwa hidup yang penuh makna bukanlah tentang pencapaian luar, tetapi tentang kedalaman hati dan hubungan antarmanusia.

Salah satu bagian paling menyentuh dari buku ini adalah bagaimana mereka menggambarkan proses “melepaskan” — baik itu rasa bersalah, dendam, maupun ketakutan akan kehilangan. Dengan gaya penulisan yang lembut, keduanya mengajak pembaca berdamai dengan kehidupan sebagaimana berdamai dengan kematian.

Wednesday, October 1, 2025

Easy Peasey - People Skills for Life

Oleh : Allan & Barbara Pease

Penerbit : Network TwentyOne, 2006

Tebal : 97 halaman


Allan dan Barbara Pease, pasangan penulis asal Australia yang dikenal sebagai “ahli bahasa tubuh dan komunikasi antarpribadi”, kembali dengan karya terbaru berjudul Easy Peasey: People Skills for Life. Buku ini dirancang sebagai panduan praktis untuk membantu pembaca berkomunikasi lebih efektif, memahami orang lain dengan lebih baik, dan membangun hubungan yang sehat di berbagai aspek kehidupan — pribadi, sosial, maupun profesional.

Setelah kesuksesan buku-buku seperti The Definitive Book of Body Language dan Why Men Don’t Listen and Women Can’t Read Maps, kali ini mereka menghadirkan pendekatan yang lebih ringan, ringkas, dan aplikatif — cocok untuk siapa pun yang ingin meningkatkan kemampuan sosial tanpa teori yang rumit.

Easy Peasey: People Skills for Life mengajarkan bahwa kemampuan bergaul dan memahami orang lain bukanlah bakat bawaan, melainkan keterampilan yang bisa dipelajari. Allan dan Barbara menjelaskan cara-cara sederhana namun efektif untuk:

  • Membaca bahasa tubuh dan sinyal nonverbal.
  • Menghadapi berbagai tipe kepribadian dalam pergaulan dan pekerjaan.
  • Mengatasi konflik dengan empati dan komunikasi yang cerdas.
  • Meningkatkan kepercayaan diri dalam berbicara, terutama di situasi sosial yang sulit.
  • Menjalin hubungan yang lebih hangat dan penuh pengertian.

Melalui contoh-contoh kehidupan sehari-hari, humor khas pasangan Pease, serta ilustrasi ringan, buku ini membantu pembaca memahami bahwa setiap interaksi sosial adalah kesempatan untuk membangun koneksi manusiawi yang bermakna.

Selain membahas teknik komunikasi, buku ini juga menekankan pentingnya emotional intelligence — kemampuan mengenali dan mengelola emosi diri serta orang lain. Allan dan Barbara percaya bahwa kesuksesan dalam hidup bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual, tetapi juga oleh kecakapan sosial yang membuat seseorang disukai, dipercaya, dan dihormati.

Wednesday, September 24, 2025

Find Your Why


Oleh : Simon Sinek
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2019
Tebal : 302 halaman

Jika Start With Why memperkenalkan konsep penting tentang “memulai dengan alasan mengapa”, maka Find Your Why hadir sebagai kelanjutan yang lebih praktis. Buku ini ditulis untuk membantu individu maupun tim menemukan dan merumuskan “Why” mereka sendiri.

Simon Sinek bersama David Mead dan Peter Docker memberikan panduan langkah demi langkah, bukan hanya teori. Buku ini menunjukkan bagaimana setiap orang memiliki “Why” — sebuah pola berulang dari kontribusi dan dampak yang kita ciptakan terhadap orang lain. Dengan menemukan Why, seseorang dapat membuat keputusan yang lebih selaras dengan nilai, visi, dan tujuan hidupnya.

Buku ini menjelaskan metode konkret, seperti:

  • Menggali pengalaman hidup → menemukan momen-momen penting yang membentuk jati diri.

  • Bercerita dan mendengarkan → karena Why lebih mudah terlihat melalui narasi, bukan logika semata.

  • Menyusun pernyataan Why → kalimat sederhana yang berisi kontribusi dan dampak yang ingin ditinggalkan.

  • Menemukan Why dalam tim/organisasi → bukan sekadar menggabungkan individu, tetapi mencari tujuan kolektif yang memberi arah dan motivasi bersama.

Contoh nyata juga diberikan dalam buku ini, baik dari pengalaman individu maupun perusahaan, sehingga pembaca bisa langsung mempraktikkan proses pencarian Why.

Wednesday, September 17, 2025

Start With Why

Oleh : Simon Sinek

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2019

Tebal : 358 halaman


Start With Why karya Simon Sinek adalah buku inspiratif yang membahas bagaimana pemimpin besar dan organisasi sukses mampu menggerakkan orang lain bukan hanya dengan apa yang mereka lakukan atau bagaimana cara mereka melakukannya, melainkan karena mereka memiliki alasan mendasar: Why — tujuan, keyakinan, atau visi yang menjadi inti dari semua tindakan.

Simon Sinek memperkenalkan konsep terkenal yang disebut Golden Circle, terdiri dari tiga lapisan:

  • Why (mengapa) → alasan mendasar yang menjadi motivasi inti.

  • How (bagaimana) → proses atau nilai yang membedakan cara kerja kita.

  • What (apa) → produk atau layanan yang dihasilkan.

Menurut Sinek, sebagian besar organisasi hanya berfokus pada what dan how, tetapi pemimpin visioner selalu memulai dari why. Ia mencontohkan tokoh seperti Martin Luther King Jr., Steve Jobs, dan organisasi seperti Apple yang mampu menginspirasi jutaan orang karena mereka memiliki visi jelas yang menyentuh emosi dan keyakinan masyarakat.

Buku ini menekankan bahwa konsumen tidak membeli apa yang kita jual, tetapi mereka membeli alasan mengapa kita menjualnya. Prinsip ini juga berlaku dalam kepemimpinan: orang tidak sekadar mengikuti instruksi pemimpin, mereka mengikuti keyakinan dan visi yang diyakini pemimpin itu sendiri.

Wednesday, September 10, 2025

Scrum

Oleh : Jeff Sutherland

Penerbit : Bentang Pustaka, 2017

Tebal : 296 halaman


Buku Scrum karya Jeff Sutherland memperkenalkan metodologi kerja yang kini banyak dipakai dalam manajemen proyek modern, terutama di bidang teknologi dan pengembangan perangkat lunak. Jeff Sutherland, yang juga salah satu pencetus metode Scrum, menjelaskan bagaimana sistem kerja ini mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kolaborasi tim.

Konsep utama dari Scrum adalah membagi proyek besar menjadi bagian-bagian kecil yang disebut sprint. Setiap sprint biasanya berlangsung 1–4 minggu, dengan tujuan menghasilkan produk yang bisa diuji atau ditinjau langsung oleh pengguna. Dengan cara ini, tim bisa lebih cepat melihat hasil kerja, beradaptasi dengan perubahan, dan mengurangi risiko kegagalan proyek.

Dalam Scrum, peran anggota tim dibagi secara jelas:

  • Product Owner yang bertanggung jawab menentukan prioritas dan kebutuhan pelanggan.

  • Scrum Master yang berperan sebagai fasilitator dan penghilang hambatan.

  • Development Team yang mengerjakan langsung tugas sesuai backlog.

Buku ini juga menekankan prinsip-prinsip penting seperti transparansi, inspeksi, adaptasi, dan kerja sama tim yang mandiri. Alih-alih terjebak pada birokrasi panjang, Scrum mengajarkan agar setiap tim bisa bergerak cepat, bereksperimen, dan memperbaiki diri dari setiap iterasi.

Jeff Sutherland memperkuat gagasannya dengan berbagai contoh nyata, mulai dari pengembangan perangkat lunak, dunia bisnis, hingga lembaga pemerintahan yang berhasil menerapkan Scrum untuk meningkatkan produktivitas.

Wednesday, September 3, 2025

The Lean Startup

Oleh : Eric Ries

Penerbit : Bentang Pustaka, 2015

Tebal : 292 halaman


Buku The Lean Startup karya Eric Ries menjadi salah satu referensi penting bagi para pelaku bisnis, khususnya dunia startup. Eric Ries menawarkan sebuah pendekatan baru dalam membangun perusahaan, yang lebih menekankan pada efisiensi, eksperimen cepat, dan pembelajaran berkelanjutan, daripada menghabiskan waktu dan sumber daya untuk rencana bisnis yang kaku.

Konsep inti yang diperkenalkan adalah Build–Measure–Learn. Sebuah ide harus segera diwujudkan dalam bentuk produk awal (Minimum Viable Product / MVP), kemudian diuji ke pasar untuk melihat respons nyata. Dari hasil pengukuran, pengusaha dapat belajar apakah produk tersebut layak dikembangkan, diubah, atau bahkan ditinggalkan. Dengan demikian, risiko kegagalan bisnis dapat ditekan sejak dini.

Eric Ries juga menekankan pentingnya pivot (berputar arah). Banyak startup gagal karena terlalu keras kepala mempertahankan ide awal. Dengan metode Lean Startup, perubahan arah bukanlah tanda kegagalan, tetapi strategi adaptasi berdasarkan data dan kebutuhan konsumen yang sesungguhnya.

Selain itu, buku ini membongkar mitos bahwa startup hanya soal ide besar. Yang lebih penting adalah bagaimana tim bisa beradaptasi cepat, memanfaatkan sumber daya terbatas, serta fokus menciptakan nilai yang benar-benar diinginkan pelanggan.

Wednesday, August 27, 2025

Wow Marketing

Oleh : Hermawan Kartajaya

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2015

Tebal : 239 halaman


Buku Wow Marketing karya Hermawan Kartajaya menghadirkan sebuah konsep pemasaran yang menekankan pentingnya menciptakan pengalaman luar biasa bagi konsumen di era globalisasi dan digital. Hermawan, yang dikenal sebagai salah satu pakar pemasaran kelas dunia, menjelaskan bahwa praktik pemasaran tidak lagi cukup hanya sekadar menawarkan produk atau layanan dengan harga kompetitif. Dalam dunia yang semakin kompetitif, pelanggan ingin sesuatu yang lebih, yaitu pengalaman yang berkesan, emosional, dan relevan dengan kehidupan mereka.

Hermawan menekankan bahwa Wow Marketing adalah strategi untuk membuat pelanggan berkata “Wow!” saat berinteraksi dengan merek atau perusahaan. Hal ini hanya bisa dicapai dengan menggabungkan nilai fungsional, emosional, dan spiritual dalam setiap aspek pemasaran. Produk atau jasa yang hanya mengandalkan kualitas tanpa menghadirkan sentuhan emosional akan kalah oleh kompetitor yang mampu membangun keterhubungan lebih dalam dengan konsumen.

Buku ini juga menyoroti bagaimana teknologi digital, media sosial, dan globalisasi mengubah wajah pemasaran. Perusahaan harus mampu menciptakan komunikasi yang personal, cepat, dan interaktif. Konsumen saat ini tidak hanya ingin membeli produk, tetapi juga ingin merasakan bagian dari sebuah cerita atau komunitas. Oleh karena itu, Wow Marketing menekankan pentingnya storytelling, kreativitas, dan inovasi dalam membangun brand yang kuat.

Hermawan memberi banyak contoh kasus nyata, baik dari perusahaan global maupun lokal, yang berhasil menerapkan prinsip Wow Marketing. Misalnya, merek-merek yang mengutamakan layanan pelanggan yang luar biasa, inovasi produk yang menyentuh gaya hidup, hingga kampanye pemasaran yang menggugah emosi masyarakat. Semua ini menunjukkan bahwa “wow” bukan sekadar efek sesaat, melainkan strategi jangka panjang untuk membangun loyalitas konsumen.

Selain itu, buku ini menekankan bahwa pemasaran modern harus memiliki dimensi human spirit. Artinya, strategi bisnis yang baik tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga memberi dampak positif pada masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian, Wow Marketing menjadi panduan bagi perusahaan yang ingin meraih sukses secara berkelanjutan dengan tetap mengedepankan nilai kemanusiaan.


Marketing 1.0 : Product centric marketing, dimana objektif perusahaan adalah menjual produk

Marketing 2.0 : Customer oriented marketing, dimana objektif perusahaan adalah memuaskan dan membuat customer loyal

Marketing 3.0 : Value driven marketing, dimana objektif perusahaan adalah membuat dunia yang lebih baik


Boo, adalah ekspresi customer yang mengalami kejadian menyebalkan. Proses recovery dari customer yang kecewa adalah sangat mahal. Mereka bisa dengan mudah mempengaruhi customer dan calon customer yang lain.

Argh, adalah ekspresi customer yang kecewa, diam dan langsung pergi. Mereka tidak akan datang lagi dan meninggalkan tanpa diketahui.

OK, adalah ekspresi customer yang tidak merasa tidak puas, tapi tidak merasa puas juga. Jika mereka bercerita, tidak akan ada yang merasa spesial juga.

Aha, adalah ekspresi customer yang tidak hanya terpapar dengan produk, tapi juga eksperience dari layanan. Mereka terkesan karena mendapatkan yang melebihi need & want.

Wow, adalah ekspresi customer uang tidak hanya terkesan namun juga terkejut sehingga akan muncul ekspresi untuk melakukan positive advocacy karena customer mendapatkan sesuatu yang melebihi ekspektasi.


Tuesday, August 19, 2025

How To Sell Your Art Online

Oleh : Cory Huff

Penerbit : Bentang Pustaka, 2017
Tebal : 188 halaman


Buku How To Sell Your Art Online yang ditulis oleh Cory Huff merupakan panduan praktis bagi para seniman, ilustrator, dan kreator yang ingin memasarkan karya seni mereka melalui dunia digital. Huff, seorang ahli pemasaran seni dan pendiri The Abundant Artist, menekankan bahwa era internet telah membuka peluang besar bagi seniman untuk menjual karya mereka secara langsung kepada audiens tanpa harus sepenuhnya bergantung pada galeri seni atau perantara tradisional.

Dalam buku ini, Cory Huff membahas langkah-langkah membangun identitas dan brand sebagai seorang seniman. Ia menekankan pentingnya menemukan cerita pribadi di balik karya seni, karena narasi itulah yang membuat orang terhubung secara emosional dan akhirnya tertarik membeli. Huff menjelaskan bahwa seni bukan hanya soal visual, tetapi juga tentang pesan, pengalaman, dan keunikan yang dikemas dalam sebuah cerita.

Selain itu, buku ini memberikan strategi praktis tentang bagaimana membuat website pribadi yang profesional, memanfaatkan media sosial sebagai sarana membangun komunitas, hingga teknik pemasaran konten yang efektif untuk memperluas jangkauan audiens. Huff juga menyoroti pentingnya email marketing sebagai salah satu cara menjaga hubungan jangka panjang dengan kolektor atau calon pembeli.

Yang menarik, Huff tidak hanya membahas sisi teknis pemasaran, tetapi juga mindset seorang seniman. Ia mendorong seniman untuk percaya diri, menghargai karya mereka sendiri, serta menetapkan harga yang adil sesuai dengan nilai seni yang diciptakan. Baginya, menjual karya seni adalah tentang membangun relasi, bukan sekadar transaksi.

Secara keseluruhan, How To Sell Your Art Online adalah buku yang menginspirasi sekaligus membekali seniman dengan keterampilan praktis dalam mengelola bisnis seni di dunia digital. Buku ini memadukan teori pemasaran modern dengan pemahaman mendalam tentang dunia seni, sehingga menjadi panduan yang relevan bagi seniman yang ingin mandiri, sukses, dan diakui di era online.

Wednesday, August 13, 2025

Wednesday, August 6, 2025

Tuesday With Morrie

Oleh : Mitch Albom
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2006
Tebal : 209 halaman



Tuesdays with Morrie adalah sebuah memoar karya Mitch Albom, seorang wartawan spesialis bidang olahraga, yang menceritakan ‘kelas terakhir’-nya bersama Morrie Schwartz, dosen pembimbingnya dahulu semasa mengambil kuliah sosiologi di Brandeis University. 

Dahulu, keduanya begitu dekat untuk ukuran mahasiswa dan dosen — sering bertemu informal dan makan siang bersama di sudut-sudut kampus. Mitch pun mengambil seluruh kelas yang diajarkan Morrie dan turut belajar tentang kehidupan darinya. 

Hubungan ini sama sekali menghilang setelah Mitch lulus kuliah dan terbawa arus duniawi — menaiki tangga karir jurnalisme popular yang penuh dinamika.

Dalam kehidupan, kita kerap berpikir bahwa segala sesuatu harus ditata dalam garis lurus: sukses datang dari kerja keras, bahagia berasal dari senyum, kekuatan lahir dari kemenangan. Namun dalam buku Tuesday with Morrie, kita diajak untuk melihat kenyataan yang jauh lebih dalam, lebih jujur, dan kadang menyakitkan—bahwa hidup sering kali justru mengajarkan kita lewat kebalikannya.

Ini yang disebut oleh Morrie Schwartz sebagai Law of Opposite: hukum kehidupan yang menyatakan bahwa kita hanya bisa benar-benar memahami satu hal ketika kita juga mengenali dan mengalami lawannya. 

Kita baru benar-benar tahu makna kebahagiaan ketika kita pernah larut dalam kesedihan. Kita hanya bisa menghargai waktu ketika kita sadar bahwa waktu itu terbatas. Dan kita baru benar-benar hidup, justru ketika kita menerima bahwa kematian adalah bagian dari perjalanan.

Morrie, yang menghabiskan hari-hari terakhirnya berjuang melawan penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), menunjukkan pada kita bahwa tubuh yang lemah tak berarti kehilangan makna hidup. 

Di balik kelemahan fisik yang semakin memburuk, justru muncul kekuatan batin dan kejernihan pikiran yang luar biasa. Dengan jujur ia berkata: “Once you learn how to die, you learn how to live.”

Ungkapan itu bukan tentang menyerah, melainkan tentang kesadaran. Bahwa selama ini kita terlalu sibuk menolak hal-hal yang menyakitkan, tanpa sadar bahwa di situlah pelajaran sesungguhnya berada. 
Kita terlalu takut pada kesedihan, sehingga lupa bahwa air mata bisa membersihkan jiwa. Kita terlalu takut pada kehilangan, sehingga tak sempat mencintai dengan sungguh-sungguh.

Sebagian orang baru benar-benar belajar tentang hidup saat mereka berdiri di tepi kematian. Dan dari situ kita memahami, sebagaimana Morrie berkata, bahwa “Begitu kita ingin tahu bagaimana kita akan mati, berarti kita belajar tentang bagaimana kita harus hidup.” 

Kematian bukan akhir yang menakutkan jika kita sudah menjalani hidup dengan penuh kesadaran dan kasih. Justru, kesadaran akan kematian adalah guru yang paling jujur tentang bagaimana seharusnya kita hidup.

Dalam pertemuan-pertemuan penuh makna antara Mitch Albom dan gurunya, Morrie Schwartz, kita diajak menyelami nilai-nilai mendasar tentang kehidupan yang sering kali kita lupakan. Salah satunya adalah keikhlasan menerima diri. 

Terimalah apa pun yang sanggup kau kerjakan dan apa yang tak sanggup kau kerjakan. Dunia ini terlalu keras untuk dilawan dengan ego, dan terlalu luas untuk dijelajahi dengan penyesalan terus-menerus. Maka dari itu, pelajarilah seni memaafkan: memaafkan orang lain, dan terlebih dahulu memaafkan diri sendiri.

Masa lalu, bagaimanapun bentuknya, bukanlah musuh. Ia adalah guru yang sudah selesai mengajar. Kita tak perlu menyangkal atau menyingkirkannya, cukup dengan menerimanya sebagai bagian dari perjalanan. Sebab beban hidup bukan hanya soal apa yang kita bawa, tapi juga tentang apa yang belum kita lepaskan.

Dan dari semua pilar yang menopang hidup, Morrie menunjukkan satu yang paling penting dan abadi: keluarga. Di tengah dunia yang mengejar ketenaran dan kekayaan, keluarga adalah satu-satunya pondasi kokoh yang membuat kita tetap waras dan bertahan. 

Keluarga tidak hanya memberi cinta, tapi juga rasa aman spiritual—sebuah perisai batin yang tak bisa digantikan oleh apa pun. Saat seseorang jatuh sakit, yang ia panggil bukanlah nama-nama di dunia kerja atau sorak penonton, melainkan orang-orang yang mencintainya tanpa syarat.

Dalam pernikahan pun kita diuji. Kita tidak hanya hidup bersama orang lain, tapi juga belajar tentang siapa diri kita yang sesungguhnya. Kita belajar tentang batas: mana yang harus disesuaikan, dan mana yang harus tetap dijaga. Pernikahan, seperti hidup, adalah tentang menerima kenyataan, bukan membentuk kenyataan sesuai kemauan ego.

Di akhir hayat, Morrie tidak meninggalkan warisan dalam bentuk properti atau gelar. Ia meninggalkan hikmah. Dan dari hikmah itulah kita paham, bahwa hidup yang bermakna bukan tentang seberapa tinggi kita berdiri, tapi seberapa dalam kita menyentuh hati orang lain. 

Bahwa hidup bukan tentang berapa banyak yang kita raih, tapi berapa banyak yang bisa kita lepaskan dengan tenang.

Hukum kebalikan ini bukan untuk membuat kita menderita, tetapi justru untuk menyeimbangkan kita. Karena hidup bukan tentang mengejar satu sisi dan menghindari sisi lain. Hidup adalah tentang menerima dualitas—terang dan gelap, tawa dan tangis, harapan dan kehilangan—sebagai satu kesatuan.

Dalam percakapannya dengan Mitch, Morrie tidak menawarkan solusi instan atau motivasi kosong. Ia justru menyuguhkan kehadiran, keberanian untuk merasakan, dan kejujuran untuk mengakui bahwa menjadi manusia bukanlah tentang selalu kuat, tetapi tentang tahu kapan kita rapuh, dan tetap memilih untuk berjalan.

Jadi, jika hari ini hidup terasa berat, ingatlah bahwa mungkin kamu sedang berada di sisi kebalikan dari sesuatu yang lebih besar. Dan di situlah ruang belajar terbuka. Karena seperti kata Morrie, “You can't feel truly happy if you've never been truly sad.”

Maka tak usah panik. Biarkan hidup membawamu ke sisi lain yang tak nyaman. Karena di sanalah, sering kali, pelajaran terbaik tersimpan.

Wednesday, July 30, 2025

Die With Zero

Oleh : Bill Perkins

Penerbit : Houghton Mifflin Harcourt Publishing, 2020

Tebal : 216 halaman


Hidup Sekarang, Nikmati Momen, dan Wariskan Pengalaman

Bill Perkins, seorang investor dan entrepreneur, menantang pandangan umum tentang keuangan dan warisan dalam bukunya Die With Zero. Ia memprovokasi kita dengan pertanyaan mendasar:

Untuk apa kita terus mengumpulkan uang, jika akhirnya mati dengan sisa kekayaan yang tak terpakai?

Alih-alih fokus menimbun kekayaan sepanjang hidup, Perkins menawarkan perspektif radikal: gunakan uang dan waktu kita secara bijak untuk membeli pengalaman, bukan akumulasi. Hidup bukan tentang menjadi “kaya” saat tua, tapi tentang menjadi kaya secara pengalaman di saat yang tepat.


Jangan Menunda Hidup

Perkins menyoroti bagaimana banyak orang menunda kesenangan dan pengalaman demi “masa pensiun” yang belum tentu datang. Mereka terus menabung, bekerja keras, dan hidup hemat, hanya untuk akhirnya terlalu tua, terlalu sakit, atau bahkan sudah meninggal sebelum bisa menikmati hasilnya.


Tujuan hidup bukanlah mati kaya, tetapi mati dengan nol – zero.

Artinya, pada akhir hayat, idealnya kita sudah menggunakan semua sumber daya yang kita miliki untuk hidup sepenuhnya, berbagi kepada orang lain, dan meninggalkan warisan berupa pengalaman, bukan sekadar harta.


Maknai hidup lewat pengalaman, bukan uang.

Uang hanyalah alat. Pengalamanlah yang menciptakan memori abadi. Uang yang tidak diubah menjadi pengalaman pada waktu yang tepat akan kehilangan nilainya.


Gunakan waktu dan energi sebaik mungkin.

Ada masa di mana kamu cukup sehat untuk naik gunung, jalan-jalan ke luar negeri, atau mulai bisnis impian. Waktu itu tidak datang dua kali. Jangan tunggu pensiun.


Waktu memiliki nilai lebih tinggi daripada uang.

Semakin tua, energi dan waktu kita menyusut. Gunakan masa muda untuk mengejar pengalaman yang lebih menantang secara fisik dan emosional.


Investasi pengalaman.

Alih-alih hanya investasi uang, fokuslah juga mengumpulkan “memory dividend” – kenangan dan kebijaksanaan dari pengalaman yang kamu jalani.


Distribusi warisan saat masih hidup.

Jangan menunggu mati untuk memberi. Anak-anak atau orang-orang yang kita cintai lebih membutuhkan bantuan saat mereka muda dan membangun kehidupan, bukan saat mereka sudah mapan.


Waktu terbaik untuk pengalaman berbeda-beda.

Ada momen terbaik untuk naik gunung, backpacker ke Eropa, belajar surfing, membangun bisnis, atau mengasuh cucu. Jika dilewatkan, momen itu tidak bisa diganti dengan uang.


Gunakan perencanaan hidup, bukan sekadar perencanaan keuangan.

Hidup harus dirancang seperti proyek besar, dengan prioritas yang berubah sesuai usia, bukan hanya akumulasi aset.


Tak ada kehormatan dalam menumpuk uang sampai mati.

Jika kamu mati dengan banyak uang di rekening, kemungkinan besar kamu menyia-nyiakan waktu dan kesempatan untuk hidup lebih dalam.


Gunakan pendekatan net worth curve

Grafik kekayaan bersih seharusnya naik saat kamu membangun hidup, lalu mulai menurun setelah titik tertentu karena kamu mulai “membelanjakan hidup”, bukan sekadar menyimpannya.


Kritik terhadap Pola Hidup Tradisional

Perkins mengkritik pandangan konservatif keuangan yang terlalu fokus pada akumulasi dan warisan. Menurutnya, hal itu sering menyebabkan orang tidak berani mengambil risiko, bahkan untuk pengalaman sederhana yang bisa memperkaya jiwa. Ia menyarankan untuk membebaskan diri dari rasa bersalah ketika "membelanjakan" uang demi hidup yang lebih bermakna.


Hidup Sekarang, Bukan Nanti

Buku Die With Zero bukan mengajak kita untuk boros, tetapi menyeimbangkan hidup dengan pengalaman, makna, dan kebijaksanaan penggunaan uang. Ini bukan tentang kemewahan, tapi tentang keberanian memilih hidup yang penuh warna.

Bill Perkins tidak menyuruh semua orang menghabiskan uang secara impulsif. Ia justru mendorong kita untuk hidup dengan niat dan rencana, agar pada akhirnya kita tidak menyesal karena terlalu banyak menahan diri.

“The goal is not to die with everything, but to die having given everything you can—to yourself, your loved ones, and the world.”

Wednesday, July 23, 2025

Kelola Gaji Bisa Investasi Bisnis Properti

Oleh : Nasta Trilakshmi

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2021

Tebal : 169 halaman


Saat pandemi covid-19 lalu, banyak manusia yang terjangkiti kecemasan dan kepanikan (anxiety) terutama saat terjadi lockdown sehingga sampai terjadi panic buying terhadap alat kesehatan dan kebutuhan pokok.

Namun yang sangat mengkhawatirkan saat pandemi adalah banyaknya terjadi PHK, bahkan banyak juga perusahaan yang mengalami kebangkrutan.

Lebih baik bersusah-susah menyimpan daripada harus bersusah-susah cari utangan.

Ilmu financial planning jika diterapkan dengan konsisten dan disiplin akan membuat pengelolaan dana keluarga menjadi terarah.

Jangan menabung apa yang tersisa, tapi habiskan apa yang tersisa setelah menabungnya.

Dalam buku ini diberikan prinsip 10/20/30/40 untuk mengelola penghasilan yaitu 10% untuk kebaikan, 20% untuk masa depan, 30% untuk cicilan utang dan 40% untuk kebutuhan. 

Wednesday, July 16, 2025

What I Talk About When I Talk About Running

Oleh : Haruki Murakami

Penerbit : Bentang Pustaka, 2025

Tebal : 183 halaman

Tidak masalah sekecil apapun yang kita lakukan, namun jika itu konsisten kita lakukan maka hal tersebut akan mempunyai makna kontemplatif bahkan meditatif. Dalam berlari kita tidak hanya akan merasakan capek, namun juga bisa cedera, dan dalam berlari rasa sakit itu pasti namun penderitaan itu adalah pilihan.

Menulis tidak hanya merekam pikiran, namun juga dapat meredam perasaan.

Terkadang kita berlari untuk mendapatkan ruang hampa, dan dalam ruang hampa tersebut seringkali muncul pemikiran-pemikiran yang menjadi ilham dan inspirasi.

Tubuh adalah sebuah sistem yang praktis, kita harus membuat tubuh menjadi sakit dalam jangka waktu lama untuk mengerti, oleh karena itu agar menjadi kuat dalam berlari kita harus melakukan peningkatan latihan secara bertahap, sedikit demi sedikit.

Meski cukup latihan, namun saat melakukan event lari, rasa sakit tetap terasa. Tapi, setelah finish semua sakit yang didera saat lari akan hilang dan lupa. Kemudian langsung menyiapkan untuk menyongsong lari selanjutnya.

Itu lah hidup, suka duka akan mengalami pengulangan terus menerus.

Dalam menulis dan berlari, selain bakat ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu fokus dan daya tahan. Menulis adalah pekerjaan mental, begitu pula dalam berlari, ini lebih pada olahraga mental dibandingkan fisik.

Ada satu lagi hal yang aku sepakati dalam buku ini, yang juga diamini oleh Dave Scott, atlet triatlon, bahwasanya dari 3 olahraga yaitu berenang, bersepeda dan berlari, adalah olahraga bersepeda yang merupakan olahraga paling tidak menyenangkan.

Berlari sudah menjadi bagian dari kebahagian kecil dalam hidupnya, tanpa kebahagian kecil tersebut, maka tidak akan ada motivasi untuk bangun pagi dan berlari.


Buku What I Talk About When I Talk About Running karya Haruki Murakami bukan hanya sekadar catatan seorang novelis tentang hobinya berlari, melainkan sebuah memoar reflektif yang menyatukan kehidupan fisik, mental, dan kreatif seorang penulis dalam satu garis panjang maraton kehidupan.

Melalui gaya menulis yang jujur, sederhana, dan kontemplatif, Murakami mengajak pembaca menyelami pikirannya selama bertahun-tahun menjalani kehidupan sebagai pelari jarak jauh dan novelis. Ia mengisahkan bagaimana ia mulai berlari pada usia 33 tahun, hampir bersamaan dengan ketika ia mulai menulis novel secara serius. Dalam pandangannya, menulis dan berlari memiliki irisan yang sama: keduanya menuntut kesabaran, konsistensi, kesendirian, dan ketahanan mental.

Buku ini mengandung banyak renungan tentang tubuh yang menua, tantangan batin dalam mempertahankan disiplin, serta bagaimana aktivitas fisik mampu memberi ruang untuk berpikir dan menciptakan. Murakami membagikan pengalamannya mengikuti berbagai lomba lari—termasuk triathlon dan ultramaraton 62 mil—sebagai bentuk metafora atas perjuangan menulis dan kehidupan itu sendiri.

Di sela-sela narasi berlari, Murakami juga menyinggung banyak aspek tentang kesunyian, kelelahan, dan pertanyaan mendalam tentang motivasi pribadi: mengapa ia terus menulis, mengapa ia tetap berlari, dan bagaimana semua itu membentuk siapa dirinya.

Dengan sentuhan khasnya yang melankolis namun penuh kejujuran, What I Talk About When I Talk About Running bukan hanya untuk para pelari atau penulis, melainkan untuk siapa saja yang mencari makna dalam rutinitas, perjuangan, dan keterbatasan diri. Ini adalah buku tentang menerima diri sendiri, tentang terus bergerak meskipun lambat, dan tentang bagaimana dalam sunyi langkah kaki, seseorang bisa mendengar isi hatinya sendiri dengan lebih jernih.

Wednesday, July 9, 2025

Mind Body Spirit

Oleh : Bre Redana
Penerbit : Kompas Penerbit Buku, 2013
Tebal : 166



Mind Body Spirit: Aku Bersilat Aku Ada, ditulis oleh Bre Redana dan pertama kali diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas (tahun 2012/2013), buku setebal sekitar 165–180 halaman ini merupakan catatan reflektif penulis setelah bertahun-tahun menekuni silat di Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih, perguruan bela diri yang berpadu dengan seni kebudayaan dan pengasahan kesadaran diri.

Buku ini merangkum pandangan Bre Redana bahwa mind (pikiran), body (tubuh), dan spirit (jiwa) merupakan tiga elemen yang saling terkait dan membentuk kesadaran utuh manusia. 

Melalui latihan silat, seseorang mengenal struktur tubuh dan organ-organ (body), memahami cara otak mengendalikan gerak (mind), dan menciptakan spirit—yakni energi gerak hingga daya cipta—yang menjadikan manusia lebih menyadari eksistensinya dalam kehidupan.

Bre Redana menggambarkan bahwa silat bukan semata pertahanan diri, tetapi praktik untuk membebaskan diri dari keresahan batin seperti kecemasan, egoisme, maupun ketakutan. Gerakan seperti "Bangau Sembilan Bayangan" dan "Tui Cu" tidak hanya mengasah fisik, tetapi juga menjadi media mengolah emosi, membaca diri sendiri, dan mencapai keseimbangan spiritual. 

Melalui silat, penulis menyampaikan bahwa seseorang bisa melatih disiplin, kesabaran, dan hubungan harmonis antara mind, body, dan spirit.

Secara keseluruhan, Mind Body Spirit: Aku Bersilat Aku Ada bukan hanya buku tentang seni bela diri, tetapi ajakan mendalam untuk membangun kesadaran hidup yang lebih utuh melalui sinergi tubuh, pikiran, dan jiwa. 

Buku ini cocok bagi siapa pun yang ingin memahami filosofi hidup yang berpijak pada integritas pribadi dan keselarasan diri dengan lingkungan.

Wednesday, July 2, 2025

Planet Omni

Oleh : Hermawan Kartajaya

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2018

Tebal : 198 halaman

Dalam buku berjudul Planet OMNI: The New Yin Yang of Business (Gramedia Pustaka Utama, 2018), Hermawan Kartajaya bersama Jacky Mussry dan Edwin Hardi mengajak pembaca memahami konsep OMNI sebagai paradigma baru dalam dunia bisnis di era VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous). 

Di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian—dari teknologi disruptif, ketegangan geopolitik, hingga dinamika sosial yang cepat berubah—ulasan konvensional kini tidak lagi cukup. 

OMNI menawarkan pendekatan holistik yang mengombinasikan berbagai elemen yang tampak bertolak belakang: pendekatan digital dan humanistik, lokal dan global, inovasi dan profesionalisme, serta kreatifitas dan produktivitas. Pendekatan yang seimbang inilah yang dianggap sebagai “yin-yang” bisnis modern.

Model OMNI yang diperkenalkan dalam buku ini membagi pendekatan ke dalam dua klaster utama: klaster Entrepreneurial yang mencakup kreativitas, inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kepemimpinan; serta klaster Professionalism yang meliputi produktivitas, peningkatan kualitas, profesionalisme, dan manajemen. 

Keduanya bekerja dalam harmoni untuk menciptakan nilai yang tidak hanya keuangan, tetapi juga humanis dan berkelanjutan—diterjemahkan dalam Omnihouse Model yang memberi panduan menyeluruh bagi organisasi melalui integrasi strategi dan menjalankan operasi sebagai pusat nilai bisnis.

Selain menawarkan kerangka berpikir baru, buku ini juga memberikan tips praktis untuk membangun pola pikir yang tangguh dalam menghadapi turbulensi zaman. 

Penulis menyarankan agar perusahaan tidak terjebak pada satu metode, melainkan fleksibel dan adaptif dalam mencampurkan berbagai pendekatan dengan proporsi yang tepat—apakah itu mengambil templat bisnis lokal-global, memanfaatkan teknologi digital tanpa mengabaikan nilai manusia, serta membangun kemitraan yang berorientasi pada kolaborasi global tanpa kehilangan akar lokal.

Secara keseluruhan, Planet OMNI membekali pembaca—baik pemimpin bisnis maupun pemasar masa kini—dengan wawasan strategis dan praktis untuk membangun organisasi yang adaptif, seimbang, kreatif, sekaligus profesional. Ini adalah panduan penting bagi siapa saja yang ingin unggul di era yang tidak pasti dengan pendekatan integratif dan visioner.

Wednesday, June 25, 2025

Marketing Cappuccino

Oleh : Danis Puntoadi

Penerbit : Elex Media Komputindo, 2013

Tebal : 319 halaman

Marketing Cappuccino : Campur dan Racik Marketing Anda Sesuai Seleraadalah buku yang dirilis oleh Danis Puntoadi, seorang pengusaha kuliner sukses dan pendiri CRP Group bersama brand-brand seperti Warunk Upnormal, Bakso Boedjangan, dan Nasi Goreng Mafia. 

Buku ini diterbitkan oleh Elex Media Komputindo pada tahun 2013 dan mengemas pendekatan marketing kuliner yang memadukan teori dan praktik di lapangan untuk pengusaha dan pelaku bisnis F&B.

Dalam buku ini, Danis menekankan pentingnya research pasar yang serius sebagai langkah awal membangun bisnis. Ia menjelaskan bahwa kesalahan umum pebisnis kuliner adalah terburu-buru launching tanpa menyesuaikan produk dengan preferensi konsumen. 

Proses riset yang Ia jalankan memakan waktu hingga delapan bulan, memastikan produk yang diluncurkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan pasar.

Selanjutnya, Danis menggambarkan strategi membangun brand sebagai pondasi keberlanjutan usaha. Baginya brand bukan hanya produk; melainkan juga pelayanan, kebersihan, dan keterlibatan pelanggan. Konsistensi kualitas, pelayanan, dan kebersamaan dengan pelanggan adalah modal utama agar brand bisa bertahan dan berkembang.

Selain itu, buku ini membahas pentingnya membangun sistem operasional dan investasi yang mantap saat bisnis berkembang. Danis berbagi pengalaman bahwa mengelola puluhan outlet memerlukan sistem yang bisa menjamin konsistensi produk dan layanan. 

Ia menekankan bahwa sistem yang baik menjadi kunci agar ekspansi bisnis bisa berjalan sesuai standar tanpa tergantung pada kehadiran pemilik.

Tak kalah penting, kreativitas menjadi elemen kunci dalam inovasi bisnis kuliner. Narasi Danis mencerminkan bahwa kreatifitas tidak bermunculan begitu saja, melainkan lahir dari konsistensi melihat tren, memahami pasar, dan mencoba percobaan baru. Hal ini memungkinkan bisnis untuk terus relevan dan menarik minat pelanggan.

Buku Marketing Cappuccino memberikan rangkuman praktis dan realistis tentang bagaimana meramu strategi marketing yang efektif di dunia kuliner modern. 

Dengan pendekatan “campur dan racik sesuai selera pasar,” Danis Puntoadi menyajikan resep bisnis yang aplikatif dan bisa langsung diimplementasikan oleh pengusaha skala kecil hingga besar. Cocok bagi siapa saja yang ingin membangun brand yang kuat, sistematis, dan tahan lama.

Wednesday, June 18, 2025

Jejak Jokowi di Gayo

Oleh : Khalisuddin & Murizal Hamzah

Penerbit : Bandar Publishing, 2019

Tebal : 200 halaman


Buku Jejak Jokowi di Gayo, ditulis oleh Khalisuddin dan Murizal Hamzah (Bandar Publishing, 2015), mengangkat kisah masa muda Presiden Joko Widodo—sebelum terkenal sebagai kepala negara. Berdasarkan wawancara dengan rekan-rekan semasa bekerja di PT Kertas Kraft Aceh (KKA) pada 1986–1988, mereka menggambarkan sosok Jokowi saat itu sebagai “Joko” yang sederhana, jujur, disiplin, dan memiliki jiwa kepemimpinan sejak muda.

Jokowi, lulusan Kehutanan UGM tahun 1985, dipercaya menjadi Kepala Divisi Konstruksi Perumahan di Aceh Tengah serta menetap di kampung Bale Atu dan Karang Rejo—yang ia sebut sebagai "kampung kedua". 

Ia hidup sederhana, berbaur dengan masyarakat, memimpin tim, sekaligus dikenal bijak dan penuh perhatian. Rekan-rekannya mengenang akhlak baiknya: kerap tak terlibat tawar-menawar, selalu menghitung bahan dengan teliti, dan berinteraksi dengan ramah.

Selain kiprahnya sebagai pegawai, buku ini juga menyinggung perannya dalam kegiatan sosial—seperti menjadi manajer tim sepak bola PT KKA dan berqurban massal saat Idul Adha, menunjukkan kepedulian dan semangat gotong royongnya.

Gaji pertama Jokowi di PT KKA pada tahun 1986 adalah Rp 225.000, hal ini terungkap dalam buku ini pada Bab 2 halaman 13.

Pada tanggal 24 Desember 1986, Jokowi menikah, dan setelah seminggu kemudian istrinya diboyong ke Gayo.

Saat Gibran Rakabuming Raka lahir pada tanggal 1 Oktober 1987, tidak lama kemudian akhir tahun 1987, Jokowi resign dari PT KKA.

Pada bab 12, halaman 97, terpampang foto Jokowi muda yang sedang menghadiri pesta pernikahan Mahmuddin dengan Ruswadani 

Wednesday, June 11, 2025

Stand Up Selling

Oleh : Dedy Budiman

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2015

Tebal : 132 halaman


Stand Up Selling adalah buku praktis dan aplikatif yang mengadopsi semangat stand-up comedy dalam dunia penjualan. Ditulis oleh Dedy Budiman dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2015, buku ini menekankan pentingnya kemampuan presentasi yang cepat, tepat, dan memikat bagi tenaga penjual. Tujuannya bukan hanya menghibur calon pembeli, tetapi juga membangun kepercayaan, memberi edukasi, menggugah motivasi, dan mengubah pola pikir mereka menuju keputusan pembelian.

Buku ini menjelaskan empat hal utama:

Berpresentasi secara efektif – memanfaatkan framework “Crocodile”, yaitu struktur presentasi yang terbagi ke dalam opening, kebutuhan, solusi, dan call-to-action yang kuat.

Memahami tipe pendengar – mengenali karakter audiens agar bahasa, nada, dan gaya bicara yang digunakan mampu membangun empati dan koneksi emosional.

Menyiapkan bahan presentasi – mencakup pemilihan konten yang relevan, storytelling yang kuat, dan penggunaan contoh serta testimoni agar materi terasa lebih hidup.

Cara presentasi menarik – memperkaya penyampaian dengan humor, ritme, intonasi, dan teknis panggung agar audiens tetap tertarik dan mudah diingat.

Dedy Budiman menekankan prinsip “hadiah sebelum meminta”—sebelum menegosiasikan penjualan, tenaga penjual harus menyuguhkan presentasi yang bernilai bagi calon pembeli. Pendekatan stand-up comedy dipakai untuk mengemas materi agar informasi, hiburan, dan persuasi dapat terpadu dalam sebuah presentasi berdampak tinggi.

Selain teori, buku ini juga menyertakan latihan dan studi kasus nyata yang mendorong pembaca untuk langsung mempraktikkan teknik storytelling, pengelolaan struktur presentasi, dan penutup yang menguatkan aksi. Semua rangkaian ini bertujuan untuk membentuk salesman yang mampu "berdiri dan berbicara dengan percaya diri, serta menjual dengan kejelasan dan ketegasan".

Dengan gaya yang ringan namun penuh strategi, Stand Up Selling cocok bagi para sales, pengusaha, dan profesional yang ingin meningkatkan kualitas presentasi penjualan mereka—dengan pendekatan yang fun, edukatif, dan persuasif.

Wednesday, June 4, 2025

Marketing Hebat ala Rasulullah

Oleh : Faidatur Robiah

Penerbit : Tinta Medina, 2017

Tebal : 196 halaman


Dalam buku Marketing Hebat ala Rasulullah, Faidatur Robiah mengajak pembaca menyelami teladan Rasulullah SAW sebagai pedagang, manajer, dan pemilik usaha yang sukses karena menerapkan etika tinggi serta strategi bisnis yang berpihak pada keberkahan. 


Sebelum menjadi rasul, Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai pedagang ulung yang dipercaya, bijak membaca pasar, dan punya reputasi "al‑Amin" (yang dapat dipercaya). Muhammad adalah pedagang dan pebisnis handal.

Ia berdagang bersama pamannya dan kemudian sebagai mitra sekaligus manajer untuk Khadijah, pemilik modal kaya raya—hingga akhirnya menikah dan menjadi pemilik usaha yang mandiri.

Integritas menjadi fondasi utama dalam bisnis ala Nabi. Beliau tidak pernah mengambil keuntungan dari amanah atau menyalahgunakan kepercayaan mitra—bahkan memilih tidak menjatuhkan harga untuk mempertahankan keadilan dan kepercayaan pelanggan . Sikap ini menunjukkan bahwa orang tanpa integritas tidak mampu menjaga amanah, sehingga tidak layak dipercaya dalam bisnis. Selain amanah, dalam integritas beliau juga tidak pernah meminta-minta.

Di masa awal berdagang dan setelah menikah, Nabi SAW selalu menunjukkan fokus tinggi dalam setiap urusannya. Beliau tidak pernah tergesa-gesa menjual tanpa pengetahuan tentang produk atau pelanggan, melainkan bersikap cermat memberi informasi jujur tentang kelebihan dan kekurangan produk.

Hal ini menunjukkan bahwa beliau sangat berkonsentrasi dan sangat menjunjung tinggi profesionalisme.

Bagi Nabi Muhammad, persaingan adalah hal wajar dalam dunia bisnis, tetapi harus dilakukan secara etis. Ia menolak praktik perang harga yang mencederai persaingan sehat dan nilai kejujuran. Alih‑alih bersaing secara curang, Nabi lebih mengandalkan reputasi dan pelayanan sebagai modal utama .

Sebagai pedagang Khadijah, Nabi tidak menggunakan modal sendiri, melainkan modal mitra dalam sistem bagi hasil. Ia lebih mengandalkan value – kepercayaan, kejujuran, dan pelayanan—sebuah bukti bahwa uang bukan syarat utama dalam membangun bisnis, melainkan nilai, reputasi, dan integritas .

Hal ini sebagai bukti bahwa uang bukanlah modal utama.

Melalui Marketing Hebat ala Rasulullah, Faidatur Robiah tidak hanya menghadirkan kisah sukses hijrah Nabi sebagai pedagang, tapi juga menyajikan prinsip-prinsip universal dalam bisnis: jujur, amanah, fokus, profesional, berintegritas, dan berorientasi pada keberkahan serta hubungan baik dengan pelanggan dan mitra. Prinsip mudah diaplikasikan dan relevan di era kekinian, menjadikan buku ini panduan praktis dan inspiratif untuk pengusaha muslim maupun mereka yang ingin mendalami etika bisnis islami.

Wednesday, May 28, 2025

Hot Branding

Oleh : Ippho Santosa

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2006

Tahun : 118 halaman

Buku Hot Branding: Cara Paling Panas Mengorbitkan Merek karya Ippho Santosa adalah panduan praktis yang menyajikan 17 strategi untuk membangun dan memperkuat merek secara efektif. Ditujukan bagi para pelaku usaha, pemasar, dan profesional branding, buku ini menekankan pentingnya kreativitas, inovasi, dan pemahaman mendalam terhadap konsumen dalam menciptakan merek yang kuat dan berdaya saing tinggi.

Dalam Hot Branding, Ippho Santosa memperkenalkan berbagai pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengorbitkan merek, di antaranya:

  1. Menekankan pentingnya konsistensi dalam kualitas dan pelayanan, serta menjaga keunikan merek agar tetap relevan di mata konsumen.
  2. Mendorong pembentukan identitas merek yang kuat dan autentik, sehingga mudah dikenali dan diingat oleh konsumen.
  3. Menggunakan storytelling untuk membangun koneksi emosional dengan konsumen, menjadikan merek lebih manusiawi dan inspiratif.
  4. Maknai Benak Konsumen: Memahami persepsi dan kebutuhan konsumen untuk menciptakan strategi pemasaran yang tepat sasaran.
  5. Memberikan berbagai alasan yang meyakinkan konsumen untuk memilih produk atau layanan yang ditawarkan.
  6. Menyadari bahwa strategi yang efektif bagi satu merek belum tentu cocok untuk merek lain; penting untuk menyesuaikan pendekatan dengan konteks dan karakteristik merek.


Buku ini tidak hanya menyajikan teori, tetapi juga dilengkapi dengan contoh-contoh nyata dan studi kasus yang memudahkan pembaca dalam memahami dan menerapkan strategi yang dibahas. Dengan gaya penulisan yang ringan dan komunikatif, Ippho Santosa berhasil menyampaikan konsep-konsep kompleks dalam dunia branding menjadi lebih mudah dipahami dan diaplikasikan.

Sewaktu bisnis berdiri pertama kali, bisnis itu hampa, maka oleh karena itu tugas si Founder untuk mengisi roh, sehingga tidak mungkin karyawan bahkan manager untuk mengemban amanah tersebut, karena impian dan kepentingan Founder tidaklah sama dan tidak mungkin sama.

Sekali lagi, dalam tahap awal "roh" ini tidak dapat didelegasikan.

Roh identik dengan brand.

Selain "roh", adalah cukup penting nama sebuah perusahaan, karena nama bisa mengubah hidup. Jeneng dulu, baru jenang atau nama dulu baru uang belakangan. Oleh karena itu nama atau merk atau brand sangat penting, brand is a necessity.

Sebuah nama merk, harus speakable (mudah diucap) dan writeable (mudah ditulis).

Sebuah brand juga harus mempunya personality, yang unik dan menyemai emotional bond.

Konsumen hanya peduli pada kesan kualitas atau kualitas yang dipersepsikan. Mindplace lalu market place.


Featured Post

Your Sin is not Greater Than God's Mercy

Oleh : Nouman Ali Khan Penerbit : Noura Books, 2017 Tebal : 280 halaman Rahmat Allah Seluas Langit: Pesan Utama Buku “Your Sin Is Not Greate...

Related Posts