Wednesday, December 25, 2024

Seven Theories of Religion

Tujuh Teori Agama Paling Berpengaruh

Oleh : Daniel L. Pals

Penerbit : Ircisod, 2018

Tebal : 492 halaman

Agama menjadi pendamai kekuatan manusia menjadi jawaban atas pertanyaan apakah kekuatan yang mengendalikan dunia berbentuk kesadaran dan personal. Sebuah jawaban yang dianggap berseberangan dengan magis dan sains. Karena alam selamanya akan diatur oleh hukum alam mekanis.

Di jaman kuno, di saat kondisi alam tidak berjalan sesuai dengan harapan mereka, masyarakat primitif akan berpikir dan berusaha memahami alam dengan jalan pertama yang mereka tempuh sebagai magis atau sympathetic magic.

Magis dibangun berdasarkan asumsi bahwa ketika satu ritual atau perbuatan dilakukan secara tepat, maka akibat yang akan dimunculkannya juga pasti akan terwujud seperti yang diharapkan.

Sedangkan agama memilih jalan yang agak berbeda dengan apa yang ditempuh magis. Meski keduanya sama-sama didefinisikan sebagai kepercayaan terhadap kekuatan spiritual. Dalam agama sesuatu yang supernatural dan disebut Tuhan.

Agama pada akhirnya tidak akan terlihat sebagai sesuatu yang tanpa sosok (impersonal) yang bisa diketahui secara pasti, karena agama juga dituliskan oleh hukum alam, bahkan mungkin hanya keyakinan dan tingkah laku pribadi yang bisa dijelaskan dengan baik.

-

Seven Theories of Religion karya Daniel L. Pals membahas tujuh teori utama tentang asal-usul dan fungsi agama dalam masyarakat yang memberikan pengantar komprehensif terhadap teori-teori yang dikembangkan oleh beberapa pemikir terkemuka dalam studi agama dan ilmu sosial sehingga dapat memberikan pemahaman mendalam tentang teori-teori yang mendasari studi agama. 

Beberapa diantaranya menyatakan bahwa agama adalah kepercayaan terhadap supranatural, yang memandang agama sebagai evolusi dari pemikiran manusia tentang supranatural, dari animisme hingga agama yang lebih kompleks.

Agama juga dianggap sebagai fenomena sosial sebagai refleksi dari masyarakat dan berfungsi untuk memelihara solidaritas sosial.

Kemudian Sigmund Freud menyatakan bahwa agama sebagai ilusi psikologis proyeksi dari kebutuhan manusia untuk mengatasi kecemasan dan ketakutan terhadap dunia.

Lalu Karl Marx menganggap bahwa agama sebagai opium bagi rakyat untuk mempertahankan status quo, mengalihkan perhatian kelas pekerja dari eksploitasi yang mereka alami.

Dan Max Weber berkata bahwa agama sebagai katalisator perubahan sosial dimana hal ini mengeksplorasi hubungan antara agama, khususnya Protestantisme, dengan perkembangan kapitalisme modern.

Pendapat yang lain memandang agama sebagai simbol budaya yang memberikan makna terhadap kehidupan manusia dan membantu individu memahami dunia mereka. Serta agama sebagai pengalaman yang sakral dalam dimensi spiritual agama, dengan fokus pada bagaimana agama memberikan pengalaman tentang yang sakral kepada manusia.

Seven Theories of Religion adalah buku yang sangat informatif bagi siapa saja yang ingin memahami agama dari berbagai perspektif. Daniel L. Pals berhasil memberikan tinjauan yang jelas dan terstruktur tentang teori-teori utama dalam studi agama, sekaligus mengundang pembaca untuk berpikir kritis. Buku ini cocok untuk mahasiswa, peneliti, dan siapa saja yang tertarik pada kajian agama, filsafat, dan ilmu sosial.

Wednesday, December 18, 2024

Konsekuenologi

Hasil Renungan Hukum Karma

Oleh : Lawrence Iskandar

Penerbit : Dian Dharma, 2013

Tebal : 75 halaman

Kata konsekuensi umumnya sering dikonotasikan buruk, identik dengan kata resiko yang kurang menyenangkan. Konsekuensi atau buah karma tidak terlepas dari proses berpikir, ucapan dan tindakan.

Wednesday, December 11, 2024

Tukar Takdir

Oleh : Valiant Budi

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2019

Tebal : 221 halaman

Tukar Takdir menceritakan perkara yang kita takuti dan pasti terjadi dalam 12 (dua belas) nasib yang salah satunya mungkin pernah, sedang, atau akan jadi milikmu.

[Takdir 1] : Seandainya aku benar-benar bisa mengulang waktu, apakah aku akan bisa mengubah nasibku dan penumpang lainnya? Atau cuma repetisi tragedi semata?

[Takdir 2] : Saya seperti luwak yang harus merasa bersalah kalau nggak berak karena sudah diberi kandang dan makanan.

[Takdir 3] : Elo nggak perlu bohong, tapi nggak perlu jujur juga. Kita jebak para tahi cecak itu ke alam asumsi mereka sendiri.

[Takdir 4] : Godaan setan, penolakan batin, dan rintihan Maryati silih berganti menghantuiku.

[Takdir 5] : Aku baru tahu bahwa aku ini berbeda saat Mama memperlihatkan foto-fotoku yang sedang tampil menari di pentas seni taman kanak-kanak.

[Takdir 6] : Kite diguna-guna, Mak! Pasti ada yang sirik banget karena warung kite laku keras!

[Takdir 7] : Aku tak tahu pasti apakah Mamah sedang butuh pelarian, atau sudah telanjur terbutakan cinta—atau sudah pasrah menerima kenyataan bahwa lelaki sering berbohong.

[Takdir 8] : Selama di sini, saya sering menyaksikan mereka yang datang berharap-harap romansa, pulang-pulang hati babak belur.

[Takdir 9] : Kehilangan sahabat saja sudah perih, apalagi kehilangan sahabat yang mengandung masa depanmu; anak-anakmu?

[Takdir 10] : Seindah-indahnya kenangan, kalau diingat dalam keadaan buruk, bisa berbalik menyengsarakan.

[Takdir 11] : Kami juga bisa tampil rupawan. Kami tak selamanya akan menggentayangi tempat gelap dan sepi.

[Takdir 12] : Pantas saja kematian tetap jadi misteri, karena setiap yang tahu, akan dibuat terbungkam saat terlahir kembali.

Wednesday, December 4, 2024

Habis Gelap Terbitlah Terang

R.A. Kartini

Oleh : Armijn Pane

Penerbit : Balai Pustaka, 1983

Tebal : 214 halaman

Dirundung cita-cita, dihambat kasih sayang.

Pada kakiku ternganga jurang, di atas diriku melengkung langit terang cuaca.

Mendapat karib, timbul harapan.

Teduh ribut dan badai, tinggal kusut dan masai.

Batu alangan hampir terguling, banyak berubah dalam rohani.

Hendaklah kita jadikan kewajiban kita, jangan saja menaruh sayang, melainkan juga memperlihatkan kita sayang.

Berseru kepada Tuhan, menyelam ke dalam lautan jiwa bangsa.

-

Habis Gelap Terbitlah Terang adalah sebuah buku yang disusun oleh Armijn Pane, berdasarkan surat-surat dan tulisan Kartini. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1983, dan menjadi salah satu karya penting dalam literatur Indonesia, yang merekam pemikiran, perjuangan, dan pandangan hidup Raden Ajeng Kartini, seorang tokoh emansipasi wanita Indonesia.

Buku ini merupakan kumpulan surat-surat yang ditulis oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa, khususnya kepada Stella Zeehandelaar, seorang feminis Belanda. Surat-surat ini ditulis antara tahun 1899 hingga 1904, sebelum Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Dalam surat-suratnya, Kartini mengungkapkan keresahannya terhadap ketidakadilan yang dialami perempuan di masyarakat Jawa pada masa itu.

Kartini berbicara tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan. Ia menyoroti betapa banyak perempuan pribumi yang terkungkung dalam tradisi, seperti larangan untuk sekolah dan pernikahan dini. Kartini berpendapat bahwa pendidikan adalah kunci untuk membebaskan perempuan dari keterbelakangan dan ketidakadilan.

Dalam surat-suratnya, Kartini mengkritik berbagai tradisi feodal yang menurutnya membelenggu kebebasan individu, terutama perempuan. Ia berbicara tentang poligami, peran perempuan yang hanya terbatas di rumah, dan adat-istiadat yang sering kali tidak adil bagi perempuan.

Meskipun Kartini sering mengungkapkan rasa frustrasi terhadap situasi sosial yang dihadapinya, ia tetap optimis dan penuh harapan. Kartini berharap suatu hari perempuan Indonesia akan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, khususnya dalam hal pendidikan dan kesempatan untuk berkontribusi dalam kehidupan publik.

Kartini sangat terinspirasi oleh gagasan-gagasan Barat, seperti kesetaraan gender, demokrasi, dan hak asasi manusia. Namun, ia juga percaya bahwa perubahan harus disesuaikan dengan budaya lokal agar bisa diterima oleh masyarakat Indonesia.

Armijn Pane menyusun buku ini dengan bahasa yang sederhana namun kuat, sehingga pesan-pesan Kartini tetap relevan dan mudah dipahami. Surat-surat Kartini tidak hanya mencerminkan pikiran yang maju, tetapi juga kepribadian yang hangat dan penuh kasih.

Buku ini menjadi simbol perjuangan perempuan Indonesia untuk mendapatkan hak yang setara.

Pemikiran Kartini dalam buku ini menjadi dasar bagi gerakan perempuan di Indonesia.

Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" menginspirasi generasi muda untuk terus memperjuangkan keadilan dan kesetaraan.

Featured Post

Jelajah Jawadwipa

  Oleh : National Geograhic Penerbit : Kompas Gramedia, Desember 2013 Tebal : 13 halaman Candi Kalasan dan Candi Ratu Baka. Jejak Sejarah Ag...

Related Posts