Oleh : Soe Hok Gie
Penerbit : PT Bentang Pustaka, 2005
Tebal : 358 halaman
Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, sejak tahun 1901, kita mengalami "krisis pemikiran" akibat dari perkenalan pendidikan Barat yang berhimpitan dengan perubahan serba cepat. Turning point adalah tahun 1926 dimana banyak terjadi pergolakan-pergolakan yang menginginkan datangnya pembaharuan.
Di awal kemerdekaan Indonesia pernah terjadi percikan api ideologi, yang terdiri dari 3 ideologi besar, yaitu Islamisme, Nasionalisme dan Marxisme. Hampir semuanya didorong oleh motif idealisme-revolusioner.
Kepercayaan bahwa revolusi merupakan lampu Aladin yang ajaib terjadi di semua kalangan pemuda, baik pemuda biasa sampai pemuda yang lebih intelektual. Dalam perjalanannya optimisme dan idealisme yang sempat menyala-nyala terkadang kemudian mati karena disiram air dingin.
Tokoh Marxisme di Indonesia diantaranya adalah Tan Malaka yang tidak pernah tunduk kepada Moskow, berbeda dengan Musso yang mendapat sebutan Stalin Indonesia. Musso sewaktu muda pernah dikader oleh H.O.S Tjokroaminoto di Surabaya pada tahun 1920-an, bersama dengan Alimin dan Soekarno.
Ada yang menarik dari tulisan Sjahrir, dimana kemenangan tidak dapat dicapai dengan semangat melulu, tetapi juga dengan perorganisasian yang rapi. Sedangkan D.N. Aidit mencatat bahwa di masa awal banyak tengkulak-tengkulak rakyat yang berebut kursi, yang memegang catatan jumlah rakyat mereka wakili, namun rakyat tidak pernah melihat bahkan rakyat tidak pernah kenal padanya.
Pada masa lalu, sejumlah partai pecah. Jika semula partai lama mempunyai 2 tokoh, salah satu tokoh sebagai gas dan tokoh lain sebagai rem. Dan saat pecah, maka partai yang berjalan tanpa rem akan berjalan secara radikal. Sedang partai lainnya hanya mempunyai rem dan tidak mempunyai gas sehingga mandek dan kehilangan vitalitas dan keberanian dan pemikiran baru, pada akhirnya memfosil.
Tidak sehatnya udara politik Indonesia saat itu terlihat saat kekuatan politik tertentu yang memainkan perasaan sebagian rakyat sehingga tidak puas pada masalah dasar negara Indonesia, seperti masalah perbaikan ekonomi dan penyehatan struktur tenaga produksi RI, sehingga melumpuhkan demokrasi, bahkan dapat membahayakan Republik Indonesia. Untuk itu pemerintah dengan tentara yang efisien dan satu komando menjadi alat negara yang ampuh dan kebal terhadap agitasi kekuatan politik lain.
No comments:
Post a Comment