Wednesday, December 10, 2025

Jurus Miliarder


Oleh : Grant Cardone

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2018

Tebal : 103 halaman


Buku Jurus Miliarder karya Grant Cardone adalah panduan brutal, lugas, dan penuh energi tentang bagaimana seseorang bisa mengubah hidupnya dengan cara berpikir yang benar-benar berbeda dari kebanyakan orang. Cardone menegaskan bahwa menjadi kaya bukan soal keberuntungan atau kecerdasan semata, tetapi soal skala tindakan dan mentalitas “10X”—yaitu berani berpikir jauh lebih besar dan bertindak jauh lebih masif dibanding orang rata-rata. Buku ini memulainya dengan meruntuhkan mitos-mitos yang sering membelenggu banyak orang, seperti keyakinan bahwa bekerja keras saja sudah cukup, atau bahwa kesuksesan adalah milik orang-orang tertentu saja. Bagi Cardone, kesuksesan adalah kewajiban moral, bukan pilihan; sebuah pedoman hidup yang harus dikejar dengan totalitas.

Sepanjang buku, Grant Cardone menjelaskan bahwa perbedaan antara orang yang sukses luar biasa dan orang yang sukses biasa-biasa saja terletak pada level tindakan. Kebanyakan orang hanya beroperasi pada level standar—melakukan apa yang perlu dilakukan—sementara mereka yang masuk kategori “miliarder mental” bertindak pada tingkat yang jauh di atas standar, mengambil risiko, memperlebar kapasitas diri, dan tidak pernah berhenti ketika menghadapi hambatan. Ia juga menekankan bahwa dunia ini tidak menghargai orang yang ragu-ragu; justru dunia menghargai mereka yang bergerak cepat, mengambil keputusan, dan konsisten mengeksekusi. Konsep ini dikenal sebagai Massive Action, sebuah prinsip bahwa tindakan besar secara konsisten akan menghasilkan peluang yang besar pula.

Buku ini juga mengupas obsesi sebagai bahan bakar kesuksesan. Grant Cardone tidak menganggap obsesi sebagai sesuatu yang negatif; justru ia menyebut bahwa semua pencapaian luar biasa lahir dari obsesi. Obsesi menciptakan fokus ekstrem, komitmen tanpa kompromi, dan energi yang membuat seseorang tetap bergerak bahkan saat orang lain berhenti. Selain itu, Cardone menekankan bahwa untuk menjadi miliarder secara mental dan finansial, seseorang perlu mengembangkan ketahanan yang tinggi terhadap penolakan, kegagalan, dan kritik. Dunia akan selalu menilai, tetapi mereka yang bertahan dan terus maju adalah mereka yang akhirnya menang.

Salah satu bagian penting buku ini adalah pemahaman tentang tanggung jawab total. Cardone meminta pembaca untuk berhenti menyalahkan keadaan, ekonomi, masa kecil, bos, atau keberuntungan. Prinsipnya sederhana namun keras: apa pun yang terjadi dalam hidupmu adalah tanggung jawabmu. Dengan mengambil alih kendali penuh atas kondisi hidup, seseorang akan berhenti mencari alasan dan mulai mencari solusi. Dari sinilah Cardone menumbuhkan mentalitas seorang miliarder—mentalitas yang melihat masalah sebagai peluang, bukan hambatan.

Akhirnya, Jurus Miliarder mengajarkan bahwa kesuksesan besar membutuhkan visi besar. Orang biasa membuat target kecil karena takut gagal, sementara para miliarder membuat target besar karena itu memaksanya untuk berkembang. Buku ini menantang pembaca untuk berani menetapkan mimpi yang tampak tidak masuk akal, lalu membangun disiplin dan sistem tindakan yang mampu membawa mereka ke sana. Bagi Grant Cardone, hidup terlalu singkat untuk bermain kecil. Jika seseorang ingin hidup luar biasa, ia harus bertindak luar biasa.

Wednesday, December 3, 2025

Your Sin is not Greater Than God's Mercy

Oleh : Nouman Ali Khan

Penerbit : Noura Books, 2017

Tebal : 280 halaman


Rahmat Allah Seluas Langit: Pesan Utama Buku “Your Sin Is Not Greater Than God’s Mercy”

Buku Your Sin Is Not Greater Than God's Mercy karya Nouman Ali Khan merupakan perjalanan spiritual yang menyentuh batin, mengingatkan bahwa tidak ada dosa manusia yang lebih besar daripada ampunan Allah. Dengan gaya bahasa yang lembut, logis, dan menenangkan, buku ini menyisir luka terdalam dalam diri—rasa bersalah, penyesalan, dan keputusasaan—yang kerap membuat seseorang menjauh dari Tuhan. Pesan besarnya sederhana namun sangat kuat: jatuhlah sebanyak apa pun, tetapi jangan pernah berhenti kembali kepada Allah.

Nouman Ali Khan membuka buku ini dengan menggambarkan realitas batin manusia: banyak orang merasa telah terlalu jauh tersesat sehingga tidak layak lagi untuk mendekat kepada Allah. Mereka takut, malu, dan merasa najis oleh dosa. Padahal, justru pada saat itulah seseorang sedang paling membutuhkan Tuhan. Buku ini menekankan bahwa setan bekerja bukan hanya menggoda manusia untuk berbuat dosa, tetapi juga membuat manusia putus asa setelah melakukannya. Di titik inilah pengingat tentang rahmat Allah menjadi obat paling ampuh.

Buku ini sarat dengan penjelasan ayat-ayat Al-Qur'an yang menggambarkan rahmat Tuhan bagi hamba-Nya. Nouman menunjukkan bagaimana Allah dalam banyak kesempatan memanggil manusia dengan panggilan penuh cinta, bukan kecaman. Ayat tentang ampunan selalu mendahului ayat tentang hukuman—sebuah tanda bahwa cinta dan rahmat lebih dahulu ditawarkan sebelum peringatan dan pembalasan. Allah bukan sekadar hakim, tetapi Rabb yang memahami isi hati manusia, setiap air mata, setiap kegelisahan, dan setiap niat untuk kembali.

Di bagian selanjutnya, buku ini membahas konsep tobat secara lebih manusiawi: tobat bukan hanya ritual kefasihan kata-kata, melainkan perjalanan bertahap untuk memperbaiki diri. Seseorang boleh saja limbung, tergelincir lagi, kembali menangis, lalu bangkit lagi—dan itu semua masih dianggap proses mendekat kepada Allah. Selama hati tidak menyerah, Allah tidak akan menyerah kepada manusia. Nouman mengajak pembaca menyadari bahwa ukuran seorang hamba bukan seberapa bersih masa lalunya, tetapi seberapa keras ia berusaha bangkit dan kembali kepada Allah.

Buku ini juga mengajak pembaca melihat diri sendiri dengan kacamata kasih sayang, bukan kebencian diri. Orang-orang yang terjerat rasa bersalah cenderung menganggap bahwa mereka tidak pantas bahagia, tidak pantas berdoa, apalagi dicintai oleh Allah. Padahal, perasaan rendah diri seperti itu hanya menjauhkan seseorang dari sumber ketenangan sejati. Nouman mengingatkan bahwa Allah justru mencintai hamba yang bersujud sambil menangis karena sadar sudah terlalu lama jauh dari-Nya. Tangisan itu bukan tanda keterpurukan, tetapi tanda hidupnya hati.

Pada bagian akhir, buku ini menyampaikan pesan puncak: kesalahanmu bukan identitasmu. Dosa bukan label yang melekat selamanya. Seseorang bisa berubah, bisa menjadi lebih baik, dan bisa mencapai derajat yang mulia. Banyak orang saleh dalam sejarah Islam justru memiliki masa lalu yang kelam, tetapi mereka bangkit, belajar, dan mempersembahkan hidupnya untuk kebaikan. Allah membuka pintu seluas-luasnya bagi siapa pun yang ingin memperbaiki diri—tanpa memandang masa lalu.

Your Sin Is Not Greater Than God's Mercy bukan sekadar buku agama, melainkan pengingat untuk hidup dengan pengharapan. Ia memulihkan jiwa yang terkoyak oleh penyesalan, menguatkan hati yang lelah, dan mengingatkan bahwa rahmat Allah adalah pelukan yang tidak pernah ditutup. Seberapa pun dalam gelapnya masa lalu, cahaya ampunan selalu ada—selama seseorang berani melangkah perlahan menuju-Nya.

Wednesday, November 26, 2025

Orange Economy

Oleh : Felipe Buitrago Restrepo

Penerbit : Noura Books, 2015

Tebal : 242 halaman


Ekonomi Kreatif: Masa Depan Baru dalam “Orange Economy”

Buku Orange Economy karya Felipe Buitrago Restrepo mengangkat satu gagasan besar: kreativitas adalah sumber daya ekonomi paling bernilai di era modern. Jika dulu dunia digerakkan oleh pertanian, lalu industri dan teknologi, kini ekonomi global memasuki babak baru — ekonomi kreatif, yang menempatkan ide, imajinasi, dan budaya sebagai komoditas utama.

Buitrago menjelaskan bahwa ekonomi kreatif mencakup segala bidang yang memonetisasi kreativitas, termasuk musik, film, desain, kuliner, seni pertunjukan, fesyen, animasi, permainan digital, hingga warisan budaya. Buku ini menekankan bahwa nilai ekonomi dari kreativitas bukan sekadar hiburan, tetapi industri besar yang menciptakan lapangan kerja, memperkuat identitas budaya, dan meningkatkan daya saing bangsa.

Dalam pembahasan awal, penulis memaparkan bagaimana Orange Economy telah menjadi motor pertumbuhan bagi banyak negara. Industri berbasis kreativitas menyumbang triliunan dolar bagi perekonomian dunia, dan angka ini tumbuh stabil meski terjadi krisis global. Hal ini membuktikan bahwa kreativitas merupakan aset tak terbatas: semakin digunakan, semakin berkembang — tidak seperti sumber daya alam yang lama-kelamaan habis.

Buitrago juga menyoroti keunggulan kompetitif baru bagi suatu negara: talenta manusia. Negara yang mampu memberi ruang bagi inovasi, kebebasan berekspresi, perlindungan hak cipta, dan pendidikan berbasis seni serta teknologi akan menjadi pemain besar dalam ekonomi dunia. Dalam konteks ini, kreativitas tidak hanya menghasilkan karya seni, melainkan juga solusi bisnis, teknologi cerdas, model pemasaran, hingga gaya hidup baru.

Kendati memperlihatkan peluang besar, buku ini juga membahas tantangan yang menghadang: pembajakan karya, minimnya akses pembiayaan, kurangnya ekosistem pendukung, hingga anggapan bahwa profesi kreatif hanya hobi belaka. Buitrago menegaskan perlunya pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat membangun budaya menghargai kreativitas — mulai dari pendidikan hingga regulasi — agar industri kreatif berkembang secara berkelanjutan.

Pada bagian akhir, Orange Economy mengajak pembaca melihat ekonomi kreatif sebagai identitas dan kekuatan nasional. Negara yang mendorong kreativitas warganya bukan hanya menjadi maju secara ekonomi, tetapi juga menjadi bangsa yang percaya diri, mandiri, dan dihormati di kancah global. Kreativitas bukan hanya tentang menghasilkan uang, tetapi tentang mewariskan budaya, membuka peluang, dan menebar inspirasi.

Di tengah dunia yang semakin kompetitif dan serba cepat, buku ini menyampaikan pesan kuat: masa depan adalah milik mereka yang berani berkreasi. Dan ekonomi global kini memberi ruang luas bagi siapa pun — individu, komunitas, maupun negara — untuk menjadikan kreativitas sebagai kekuatan utama.

Wednesday, November 19, 2025

The Chief Financial Officer

What CFOs do, the influence they have and why it matters

Oleh : Jason Karaian

Penerbit : Profile Books Ltd, 2014

Tebal : 147 halaman


Buku The Chief Financial Officer karya Jason Karaian menghadirkan gambaran komprehensif tentang bagaimana peran CFO telah mengalami transformasi besar dalam dunia bisnis modern. Jika dahulu seorang Chief Financial Officer dipandang hanya sebagai “penjaga angka”—orang yang memastikan laporan keuangan akurat dan kas perusahaan aman—maka kini perannya telah meluas menjadi salah satu motor penggerak strategi perusahaan. 

Karaian menekankan bahwa CFO masa kini tidak lagi bekerja di balik meja sebagai pengawas laporan keuangan semata, melainkan menjadi mitra utama CEO dalam membuat keputusan bisnis penting, mengelola risiko, memetakan arah perusahaan, hingga memimpin perubahan budaya organisasi. 

Buku ini membuka mata pembaca bahwa profesi CFO merupakan titik pertemuan antara kemampuan analitis, kepemimpinan, komunikasi, dan visi masa depan, menjadikannya salah satu jabatan paling strategis dalam manajemen puncak.

Di dalam bukunya, Karaian menggambarkan bagaimana dunia yang semakin kompleks—dengan disrupsi teknologi, perubahan regulasi, volatilitas pasar, dan globalisasi—menuntut CFO untuk menjadi pemimpin yang adaptif dan penuh intuisi. 

CFO modern harus mampu membaca tren, memahami data dalam jumlah besar, dan menerjemahkannya menjadi strategi yang dapat dijalankan seluruh organisasi. Di sisi lain, CFO juga harus memastikan keberlanjutan bisnis dengan merancang struktur modal, mengawasi investasi, mengendalikan biaya, serta merancang sistem pelaporan yang cepat dan akurat untuk mendukung pengambilan keputusan. 

Buku ini menyoroti bahwa keberhasilan CFO bukan hanya diukur dari angka yang sehat, tetapi dari kemampuannya membawa perusahaan lebih gesit menghadapi perubahan.

Salah satu bagian paling menarik dari buku ini adalah pembahasan mengenai komunikasi dan kepemimpinan. Karaian menekankan bahwa CFO harus mampu berinteraksi dengan berbagai pihak: dewan direksi, investor, pemerintah, bank, analis, hingga karyawan internal lintas departemen. 

Ia harus mampu menjelaskan hal yang rumit dengan bahasa sederhana, membangun kepercayaan, dan menyelaraskan berbagai kepentingan strategis. CFO juga menjadi figur kunci dalam membangun budaya organisasi yang disiplin, transparan, dan berorientasi pada kinerja. 

Buku ini menunjukkan bahwa kemampuan interpersonal ternyata sama pentingnya dengan kemampuan teknis, menjadikan CFO sebagai pemimpin holistik yang mempengaruhi arah perusahaan secara luas.

Selain itu, Karaian juga membahas tantangan besar yang dihadapi CFO di era data dan otomatisasi. Teknologi seperti analitik canggih, artificial intelligence, dan otomatisasi proses telah mengubah cara fungsi keuangan bekerja. 

CFO harus memahami bagaimana teknologi ini memberikan keunggulan kompetitif sambil tetap menjaga integritas data dan tata kelola perusahaan. Penekanan pada inovasi ini menunjukkan bahwa CFO tidak dapat berjalan di tempat; ia harus memimpin transformasi digital dan memastikan tim finansialnya mampu beradaptasi dengan alat serta sistem terbaru.

Di bagian akhir, buku ini memberikan wawasan yang sangat praktis: bagaimana menjadi CFO yang efektif, bagaimana menavigasi krisis, serta bagaimana membangun tim yang solid dan visioner. Karaian juga menampilkan banyak contoh nyata dari perusahaan global yang menunjukkan bagaimana CFO menjadi pendorong utama pertumbuhan dan stabilitas perusahaan. 

Secara keseluruhan, The Chief Financial Officer adalah panduan penting bagi siapa pun yang ingin memahami evolusi peran CFO, baik bagi profesional keuangan, mahasiswa bisnis, maupun pemimpin organisasi yang ingin melihat bagaimana strategi perusahaan dibentuk dari sisi finansial. Buku ini menegaskan bahwa CFO bukan lagi penjaga buku besar—tetapi arsitek masa depan perusahaan.

Wednesday, November 12, 2025

The Great Reset : Tak Usah Panik, Biarkan Alam Menyusun Ulang Dirinya Sendiri


Reborn - Rebound - Resurrection

Oleh : Erwin K. Awan & T. Fany R.

Penerbit : Embrio Publisher, 2025

Tebal : 108 halaman


Di tengah dunia yang semakin modern dan maju, banyak orang merasakan hidup mereka terasa hampa. The Great Reset mengajak kita berhenti sejenak untuk bertanya: Mengapa hidup seperti ini? 

Buku ini menyingkap kelelahan batin manusia modern—bahwa yang kita hadapi sering kali bukan hanya sekadar masalah, melainkan juga jejak karma dan luka yang diwariskan dari lintas generasi.

Dengan memadukan kearifan Jawa dan kebijaksanaan spiritual universal, buku ini akan menuntun kita memahami bahwa setiap kesulitan bukanlah sebuah hukuman, tapi panggilan untuk menyembuhkan akar kehidupan. 

The Great Reset bukan soal menyerah, melainkan tentang sadar, melepaskan, dan kembali selaras dengan alur semesta. The Great Reset adalah peta jalan pulang menuju diri sejati—tempat luka menjadi guru, dan membantu untuk membuat hidup kembali bermakna.

Wednesday, November 5, 2025

Turmoil In The Toybox II

Oleh : Joan Hake Robie

Penerbit : Citra Pustaka, 

Tebal : 183 halaman


Buku Turmoil in the Toybox II merupakan lanjutan dari karya kontroversial sebelumnya yang menyoroti pengaruh budaya populer anak-anak terhadap nilai moral dan spiritual keluarga Kristen. Dalam buku kedua ini, Joan Hake Robie kembali memperdalam kajiannya mengenai dunia hiburan, mainan, dan produk media yang sering dianggap tidak berbahaya, tetapi menurutnya memiliki dampak spiritual yang signifikan terhadap perkembangan anak. Buku ini menyoroti bagaimana banyak elemen hiburan modern—kartun, permainan, boneka, hingga cerita fantasi—mengandung pesan terselubung yang dapat menjauhkan anak dari nilai-nilai keimanan.

Robie memulai buku ini dengan menggambarkan bagaimana industri mainan dan hiburan terus berkembang pesat sejak buku pertamanya dirilis, menghadirkan karakter dan brand baru yang semakin populer. Ia menilai bahwa perkembangan tersebut sering kali tidak diimbangi dengan kesadaran orang tua dalam memahami konten yang dikonsumsi anak. Dalam analisisnya, Robie membedah berbagai tokoh dan produk populer—mulai dari ikon fantasi, superhero, hingga karakter supernatural—yang menurutnya membawa pesan-pesan yang bertentangan dengan ajaran Kristen. Ia menekankan bahwa banyak figur dalam media anak memiliki latar belakang yang terkait dengan mitologi, okultisme, kekuatan magis, atau ideologi yang dapat memengaruhi cara pandang anak terhadap dunia spiritual.

Buku ini juga menyoroti fenomena bagaimana anak-anak menjadi lebih mudah terpapar pesan subliminal melalui film, lagu, video game, serta produk hiburan lain yang dirancang dengan sangat menarik. Robie mengingatkan bahwa semakin majunya teknologi dan pemasaran membuat anak rentan terikat secara emosional dengan karakter tertentu tanpa memahami nilai di baliknya. Di sinilah ia mendorong orang tua untuk lebih proaktif memilih dan memfilter tayangan atau produk hiburan, agar perkembangan spiritual anak tetap terjaga.

Lebih jauh, Robie menekankan konsep bahwa pertarungan nilai di era modern tidak terjadi secara frontal, melainkan sering hadir melalui hal-hal yang tampaknya ringan dan menyenangkan. Ia menegaskan bahwa dunia mainan bukan hanya ruang hiburan, tetapi juga arena pembentukan karakter, identitas, dan keyakinan. Karena itu, orang tua perlu menyadari bahwa “permainan” dapat menjadi medium bagi pengaruh budaya yang tidak selaras dengan nilai-nilai keluarga.

Menutup bukunya, Robie memberikan berbagai saran praktis bagi orang tua untuk membangun komunikasi yang lebih baik dengan anak mengenai hiburan yang mereka konsumsi. Ia mendorong pendampingan, edukasi spiritual yang komprehensif, dan penanaman nilai positif sejak dini sebagai cara untuk menghadapi tantangan budaya populer. Melalui Turmoil in the Toybox II, Joan Hake Robie ingin mengingatkan bahwa menjaga dunia anak bukan hanya tentang melarang, tetapi tentang memahami, mengarahkan, dan menanamkan nilai-nilai yang kokoh dalam keluarga.

Wednesday, October 29, 2025

The King is Dead

Oleh : Soleh Solihun

Penerbit : Qanita, 2009

Tebal : 236 halaman


Buku The King Is Dead adalah karya yang sangat personal dari Soleh Solihun — komika, musisi, dan jurnalis yang dikenal dengan gaya bicaranya yang jujur dan penuh humor satir. Dalam buku ini, Soleh menuliskan perjalanan hidup dan pandangan pribadinya tentang banyak hal: karier, cinta, agama, musik, industri hiburan, hingga persoalan eksistensial tentang hidup dan kematian.

Judulnya sendiri, The King Is Dead, bukan sekadar provokatif. Ia merefleksikan kesadaran tentang kefanaan dan pergantian zaman, termasuk bagaimana “raja-raja lama” — entah di dunia hiburan, pemikiran, atau nilai-nilai hidup — pada akhirnya harus digantikan oleh generasi dan cara pandang baru.


Buku ini berisi kumpulan esai dan refleksi pendek dengan gaya khas Soleh Solihun: blak-blakan, lucu, tapi penuh makna.

Beberapa gagasan utama yang muncul dalam buku ini antara lain:


Tentang Kejujuran Diri dan Otentisitas.

Soleh menolak untuk berpura-pura demi mengikuti arus popularitas. Ia menulis bahwa menjadi diri sendiri — meski dianggap aneh, nyeleneh, atau “tidak marketable” — jauh lebih penting daripada memuaskan publik.


Tentang Dunia Hiburan dan Popularitas.

Ia mengulas sisi gelap dunia komedi dan hiburan: persaingan, tekanan untuk selalu lucu, dan tuntutan pasar yang terkadang menggerus idealisme. Di balik tawa, ada perjuangan mempertahankan integritas.


Tentang Zaman yang Berubah.

“The King Is Dead” juga metafora bagi pergeseran nilai. Soleh menulis bahwa orang-orang dulu yang dianggap keren dan dihormati kini bisa dengan mudah tergantikan oleh figur baru di media sosial. Dunia terus berubah — dan tidak ada yang abadi.


Tentang Agama dan Kematian.

Dengan nada reflektif, Soleh berbicara tentang keimanannya, tentang bagaimana ia berusaha memahami Tuhan tanpa kehilangan nalar. Kematian di sini bukan sesuatu yang ditakuti, tapi dihadapi dengan kesadaran dan humor khasnya.


Tentang Hidup yang Sederhana dan Bermakna.

Ia menekankan pentingnya menikmati hidup apa adanya. Tidak perlu menjadi “raja” untuk merasa berharga — cukup menjadi manusia yang jujur dan berguna.


Yang membuat buku ini menarik bukan hanya isinya, tetapi cara Soleh bercerita.

Ia menulis dengan gaya bahasa ngalor-ngidul tapi jernih, menggabungkan humor, kritik sosial, dan refleksi pribadi tanpa pretensi.

Buku ini terasa seperti mendengarkan stand-up comedy yang berubah menjadi renungan hidup — ringan tapi menggigit, lucu tapi menyentuh.


Lewat The King Is Dead, Soleh Solihun mengingatkan pembaca bahwa setiap orang, seberapa pun terkenalnya, akan “mati” pada waktunya — secara harfiah maupun simbolis.

Yang penting bukan berapa lama kita jadi “raja”, tapi apa yang kita tinggalkan setelah “tahta” itu runtuh.

Featured Post

Jurus Miliarder

Oleh : Grant Cardone Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2018 Tebal : 103 halaman Buku Jurus Miliarder karya Grant Cardone adalah panduan br...

Related Posts