Wednesday, September 25, 2019

The Latte Factor

Why You Don’t Have to be Rich to Live Rich


Oleh : David Bach and John David Mann
Penerbit : Atria Books, 2019


Buku "The Latte Factor" yang ditulis oleh David Bach dan John David Mann adalah buku tentang bagaimana mengelola keuangan secara cerdas dan efektif dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini bercerita tentang seorang wanita bernama Zoey Daniels yang merasa hidupnya tidak seimbang karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan merasa tidak punya uang untuk mengejar impian dan kebahagiaannya.

Dalam buku ini, Zoey bertemu dengan seorang penasihat keuangan bernama Henry yang membantunya menyadari bahwa kebiasaan kecil yang sering diabaikan seperti membeli kopi atau makan siang di luar bisa berdampak besar pada keuangan jangka panjang. 

Konsep "The Latte Factor" sendiri adalah bahwa pengeluaran kecil yang sering dilakukan sehari-hari, seperti membeli kopi di kedai kopi, bisa menjadi pengeluaran besar yang memakan sebagian besar dari anggaran bulanan kita jika tidak dikelola dengan bijak.

Buku ini mengajarkan konsep dasar keuangan pribadi dan memberikan tips praktis tentang cara mengatur anggaran, mengurangi hutang, menabung, dan investasi dengan cerdas. Dalam buku ini juga diuraikan bagaimana mengambil langkah-langkah kecil dan konsisten dalam mengelola keuangan kita setiap hari dapat membawa perubahan besar dalam hidup kita.

"The Latte Factor" sangat cocok untuk dibaca bagi mereka yang ingin belajar tentang keuangan pribadi dan mencari inspirasi untuk mengelola uang mereka dengan lebih bijak. Buku ini ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami dan dilengkapi dengan contoh nyata dan ilustrasi untuk memudahkan pembaca memahami konsep yang dijelaskan.


Latte factor it's not about your coffee. The latte factor is a metaphor. It could be anything you spend extra money on that you could happily do without. Cigarettes, a candy bar, fancy cocktails.

The latte factor isn't about being a penny-pincher or denying yourself. It's about getting clear on what matters. It's about the little daily extravagances and frivolities, whatever they may be - the five, ten, twenty dollars a day that you could just as easily redirect toward your own future.

The solution to your money problems isn't more money, it's new habits. It's not about depriving or punishing yourself. It's about shifting your everyday habits, just a little.

And with that little shift, changing your destiny.

Earning are like the tide, and your spending is like a boat.


Faktor latte ini bukan tentang kopi Anda. Faktor latte adalah metafora. Bisa jadi apa pun yang Anda habiskan dengan uang ekstra yang dapat Anda lakukan dengan senang hati tanpanya. Rokok, permen, koktail mewah.

Faktor latte bukan tentang menjadi penny-pincher atau menyangkal diri sendiri. Ini tentang memperjelas apa yang penting. Ini tentang pemborosan dan kesembronoan kecil setiap hari, apa pun itu - lima, sepuluh, dua puluh dolar sehari yang dapat Anda arahkan dengan mudah ke masa depan Anda sendiri.

Solusi untuk masalah uang Anda bukanlah lebih banyak uang, melainkan kebiasaan baru. Ini bukan tentang merampas atau menghukum diri sendiri. Ini tentang mengubah kebiasaan sehari-hari Anda, sedikit saja.

Dan dengan perubahan kecil itu, mengubah takdir Anda.

Penghasilan seperti air pasang, dan pengeluaran Anda seperti perahu.


#sinopsisbuku
#resensibuku
#potretbuku

Sunday, September 1, 2019

Cara Berpikir Suprarasional

Menyelesaikan Masalah dan Mendapatkan Rezeki dari Jalan yang Tak Terduga


Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra
Penerbit : Republika, 2019
Tebal : 170 halaman

Setidaknya manusia terbagi menjadi 4 cara berpikir, yaitu :
  • Natural : cara berpikir alamiah dengan mengikuti pola yang bersifat rutin
  • Supranatural : cara berpikir dengan melibatkan makhluk gaib saat terkena masalah
  • Rasional : cara berpikir dengan menggunakan inovasi dan nalar
  • Suprarasional : cara berpikir orang rasional dengan memilih bantuan dari Allah swt.

Berpikir suprarasional merupakan jembatan dunia gaib dengan dunia nyata. Konsep ini diterapkan sebagai SMS (Sistem Metode Seikhlasnya) yang dipraktekkan di KPM (Klinik Pendidikan MIPA), dimana siswa tidak dipatok biaya tertentu, namun siswa terserah meletakkan uang ke dalam keropak.

Cara ini mencerminkan kita menjadikan Allah sebagai majikan. Hal ini sejalan dengan surat Al-Ikhlas (112) : 2, yang berbunyi “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”.

Dengan menjadikan Allah sebagai majikan, maka sebagai karyawan-Nya maka kita harus menjalankan perintah-Nya mulai dari sholat, puasa, zakat dan ibadah ritual lainnya, yaitu sholat tahajud, membaca al-quran, shalat berjamah di masjid, sholat dhuha, sedekah, jaga wudhu dan istighfar.

Sehingga sebagai karyawan-Nya maka jangan khawatir hidup di dunia maupun di akhirat, karena Allah akan mencukupkan rezeki kita, baik di dunia terlebih di akhirat sebagai tabungan kita nantinya.

Saat ini KPM mempunyai banyak cabang, diantaranya adalah Jabodetabek, Surabaya, Solo, Serang, Semarang, Sidoarjo, Gresik, Jombang, Lumajang dan Makasar dengan seabrek prestasi juara Olimpiade Matematika IPA mulai dari tingkat Nasional hingga Internasional.

Jadi bisa disimpulkan bahwa cara berpikir suprarasional adalah dengan pendekatan matematika sederhana dan dengan pendekatan keimanan.

Salah satu catatan sejarah tindakan dan strategis suprarasional adalah saat Konstantinopel berhasil direbut oleh tentara Islam yaitu kekhalifahan Turki Usmani dengan pemimpin Khalifah Muhammad Al-Fatih pada tahun 1453 M dari penguasa Romawi. Hal ini didasarkan pada hadist nabi Muhammad saw yang mengatakan bahwa Romawi Timur akan kembali ke tangan umat Islam.

Layaknya hitam putih, siang malam, Tuhan pun menciptakan susah senang. Seperti yang disebutkan dalam surat Ash-Sharh (94) : 5-6 "Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan".

Jadi setelah kita mengalami kesulitan (kesusahan), maka akan datang kemudahan atau kesenangan. Untuk itu, jika kita ingin meraih kemudahan dan kesenangan maka seyogyanya kita merencanakan kesulitan.

Dan berdasarkan prinsip tersebut pula, jangan kita sebagai orang tua memanjakan anak. Pada umumnya orang tua yang saat kecilnya mengalami kesulitan, mereka memanjakan anak dengan cara memenuhi segala sesuatu untuk anaknya. Dengan tujuan agar si anak tidak mengalami kesusahan seperti dia waktu kecil.

Namun hal tersebut sebenarnya malah menimbulkan kerugian sendiri pada sang anak. Hal ini sejalan dengan hukum berpasangan, yaitu hitam putih, siang malam dan susah senang.

#sinopsisbuku
#resensibuku
#potretbuku

Featured Post

Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi

Judul : Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi Oleh : Gerald Corey Penerbit : Refika, 2003 Tebal : 434 halaman Psikoanalisis adalah ali...

Related Posts